Minggu, 06 Oktober 2024

Sengketa Kewenangan Penyidikan dan Penyelesaiannya Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

Heru - Selasa, 28 Mei 2024 11:23 WIB
Sengketa Kewenangan Penyidikan dan Penyelesaiannya Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara
(Istimewa)
DR Surya Perdana Ginting M.Hum

Kitakini.news -Indonesia merupakan negara hukum (Rechtstaat) yang memiliki sebuah konsep untuk membangun kesadaran terhadap hukum demi tercapainya kehidupan yang menjunjung tinggi keadilan, ketertiban serta menjadi bangsa dan negara yang teratur.

Baca Juga:

Dalam suatu negara hukum terdapat 4 unsur yakni, Perlindungan Hak Asasi Manusia, Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak, Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan dan Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Secara khusus tentang pembagian kekuasaan, pada dasarnya selain untuk menjamin hak juga bertujuan untuk mencegah terjadinya tumpang tindih kewenangan. Atau yang lebih buruk, terjadinya praktik Abuse of Power sebab terjadinya 'monopoli' kewenangan kepada satu kembaga negara.

Isu ini mencuat setelah adanya kesan telah terjadinya sengketa kewenangan diantara lembaga negara yang memiliki kewenangan penyidikan yakni Kepolisian dan Kejaksaan pada suatu proses hukum.

Pada dasarnya lembaga negara yang memiliki fungsi sebagai lembaga penyidik adalah Kepolisian. Akan tetapi, dalam beberapa tindak pidana khusus seperti tindak pidana pemberantasan korupsi, kejaksaan juga memiliki fungsi sebagai penyidik juga sekaligus penuntut.

Keadaan ini bila tidak diperbaiki melalui peninjauan terhadap berbagai regulasi yang memberikan atribusi kewenangan penyidikan kepada lembaga kejaksaan yakni Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Kejaksaan dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang dikhawatirkan akan menggerus konsep Indonesia sebagai negara hukum.

Sebab salah satu unsurnya adalah adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan lembaga negara sebagai implementasi dari konsep Check and Balances.


Tentang Hukum Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara atau yang disebut juga sebagai Hukum Tata Pemerintahan adalah cabang ilmu hukum publik yang mempelajari tindakan dalam menyelenggarakan sebuah negara.

Menurut E Utrecht, Hukum Administrasi Negara atau Hukum Pemerintahan adalah hukum yang menguji hubungan hukum istimewa yang bila diadakan akan memungkinkan para pejabat administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus.

Berdasarkan defenisi tersebut, dapat diketahui bahwa Hukum Administrasi adalah hukum pemerintahan yang mengatur tentang tata laksana dalam pengambilan keputusan dan atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintah.

Keputusan Administrasi Negara adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Tindakan Administrasi Pemerintahan adalah perbuatan pejabat pemerintahan atau penyelenggaran negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.

Untuk dapat mengeluarkan suatu keputusan administrasi negara dan atau tindakan maka suatu badan pemerintah/pejabat pemerintahan haruslah memiliki suatu wewenang. Untuk dapat bertindak melakukan perbuatan konkret suatu badan dan/atau pejabat pemerintahan harus memiliki kewenangan.


Kewenangan Penyidikan

Salah satu urusan pemerintahan adalah melakukan penyelenggaraan dan penegakan hukum, khususnya di bidang Hukum Pidana. Hukum Pidana terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Hukum Pidana Materil dan Hukum Pidana Formil.

Hukum Pidana Materil adalah hukum yang mengatur sanksi atau hukuman yang dapat diberikan jika seseorang melanggar suatu peraturan.

Hukum Pidana Formil adalah sebuah pedoman bagi penegak hukum untuk melaksanakan kewajiban dalam menyidik, menuntut, menjatuhkan dan melaksanakan pidana.

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat titik terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Tindak Pidana itu sendiri terdiri dari Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus.

Tindak Pidana Umum jelas penyidiknya adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Sementara Tindak Pidana Khusus penyidiknya bukan hanya Polri tetapi juga Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Penyidikan bukan hanya menjadi kewenangan Kepolisian, tetapi juga penyidik Pegawai Negeri Sipil yaitu pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (misalnya Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Ketenagakerjaan yang berwenang menangani terjadinya kejahatan/tindak pidana di bidang Ketenagakerjaan, penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Kehutanan yang berwenang menangani terjadinya kejahatan/tindak pidana di bidang kehutanan).

Termasuk kejaksaan dan KPK yang diberikan juga kewenangan untuk melakukan penyidikan di bidang pemberantasan tindak pidana korupsi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Atribusi kewenangan melakukan penyidikan tidak hanya diberikan oleh Undang-Undang pada satu badan dan/atau pejabat pemerintahan saja tetapi juga pada beberapa badan dan/atau pejabat.


Sengketa Kewenangan Penyidikan

Fakta yuridis adanya atribusi kewenangan penyidikan suatu tindak pidana kepada beberapa badan dan/atau pejabat pemerintahan berdasarkan undang-undang mengakibatkan terjadinya sengketa kewenangan. Hal itu terjadi dalam penanganan tindak pidana khusus.

Sengketa Kewenangan adalah klaim penggunaan wewenang yang dilakukan oleh 2 orang pejabat pemerintahan atau lebih yang disebabkan oleh tumpang tindih atau tidak jelasnya pejabat pemerintahan yang berwenang menangani suatu urusan pemerintahan. Sengketa kewenangan tidak hanya terjadi antara satu lembaga lain dengan lembaga lainnya, tetapi juga dapat terjadi dalam suatu lingkungan lembaga.

Mengapa sengketa kewenangan terjadi?, karena adanya 2 otoritas. Ibarat Matahari kembar yang memiliki kewenangan serupa dan undang-undang tidak mengaturnya dengan jelas terkait lembaga mana yang berwenang dalam menyidik suatu peristiwa pidana khususnya dalam tindak pidana khusus.

Misalnya dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi, oleh karena ada 3 lembaga negara yang berwenang menyidik kasus korupsi. Maka sengketa kewenangan antar lembaga penegak hukum kerap terjadi misalnya antara Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam kasus tindak pidana Lingkungan Hidup, juga bisa terjadi sengketa kewenangan antara Kepolisian dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Kehutanan. Sebab keduanya memiliki kewenangan dalam melakukan penyidikan.

Dalam kasus Illegal Fishing juga terjadi sengketa kewenangan antara Kepolisian dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Perikanan dan Kelautan karena keduanya adalah otoritas yang berwenang melakukan penyidikan.

Dampak buruk terjadinya suatu sengketa kewenangan adalah terjadinya ketidakpastian hukum, penyalahgunaan wewenang, tidak adanya akuntabilitas dan transparansi kinerja dan buruknya pelayanan di sektor penegakan hukum.

Pada dasarnya setiap pelaksanaan wewenang harus didasarkan kepada asas legalitas, asas perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB) yang meliputi asas kepastian hukum, asas kemanfaatan, asas ketidakberpihakan, asas kecermatan, asas tidak menyalahgunakan kewenangan, asas keterbukaan, asas kepentingan umum dan pelayanan yang baik.


Penyelesaian Sengketa Kewenangan Penyidikan

Pejabat pemerintahan memiliki hak untuk menggunakan kewenangan dalam mengambil keputusan dan atau tindakan yang diantaranya adalah menyelesaikan sengketa kewenangan di lingkungan atau wilayah kewenangannya.

Badan dan atau pejabat pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan mencegah terjadinya sengketa kewenangan dalam penggunaan kewenangan penyidikannya.

Terdapat 3 jalur penyelesaian apabila terjadi suatu sengketa kewenangan yaitu pertama kordinasi antar atasan pejabat pemerintahan, kordinasi bertujuan untuk menghasilkan kesepakatan antara badan dan/atau pejabat pemerintah yang bersengketa secara kewenangan sepanjang kesepakatan tersebut tidak merugikan keuangan negara, aset negara dan atau lingkungan hidup.

Apabila kordinasi antar atasan tidak menemukan kesepakatan penyelesaian sengketa kewenangan di lingkungan pemerintah termasuk di bidang penegakan hukum pada tingkat terakhir diputuskan oleh Presiden.

Kedua, penyelesaian sengketa kewenangan antar lembaga negara misalnya Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan diselesaikan melalui jalur peradilan yakni Mahkamah Konstitusi.

Ketiga, apabila sengketa kewenangan menimbulkan kerugian keuangan negara, aset negara dan atau lingkungan hidup, sengketa diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Sengketa kewenangan dalam penanganan tindak pidana khusus terjadi dikarenakan adanya atribusi kewenangan penyidikan kepada beberapa instansi oleh peraturan perundang-undangan.

Kedua, sengketa kewenangan penyidikan berdampak tidak baik dalam sistem penegakan hukum karena menimbulkan terjadinya ketidakpastian hukum, penyalahgunaan wewenang, tidak adanya akuntabilitas dan transparansi kinerja dan buruknya pelayanan di sektor penegakan hukum.

Ketiga, penyelesaian sengketa kewenangan penyidikan dapat diselesaikan melalui kordinasi antar atasan badan dan/atau pejabat pemerintah dan apabila tidak berhasil dapat diputuskan oleh Presiden, melalui Mahkamah Konstitusi atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (**)



Penulis:

DR. Surya Perdana Ginting, M.Hum

Dosen Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Heru
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru