Peran Aktif Masyarakat Menentukan Pemilihan Umum yang Berkualitas
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana bagi masyarakat dalam
memberikan suaranya melewati Voting secara langsung untuk menentukan perwakilan
mereka dalam lembaga-lembaga perwakilan Legislafif (Dewan Perwakilan Rakyat¸ Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) dan Eksekutif (Presiden dan Wakil
Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota
dan Wakil Wali Kota) yang diselenggarakan dengan Asas Luber “Langsung, Umum
Bebas dan Rahasia” serta Jurdil “Jujur dan Adil”.
Baca Juga:
Penyelenggaraan
pemilihan umum di Indonesia telah diatur dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. UUD 1945 memberikan landasan bagi
penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia, sementara Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 memberikan rincian dan regulasi mengenai pelaksanaan pemilihan umum
di Indonesia. Selain UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, ada juga
beberapa peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan pemilu,
seperti Peraturan Komisi Pemilihan Umum, Peraturan
Badan Pengawas Pemilihan Umum dan Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilihan Umum.
Masyarakat
adalah sekelompok manusia yang terjalin erat karena sistem tertentu, tradisi tertentu, konvensi dan hukum tertentu yang sama, serta mengarah pada
kehidupan kolektif. Selain
itu hubungan antar manusia terjalin karena tuntutan kebutuhan dan pengaruh keyakinan, pikiran, serta ambisi tertentu dipersatukan dalam kehidupan kolektif. Sistem dan hukum yang terdapat dalam suatu masyarakat
mencerminkan perilaku-perilaku individu karena individu-indivu tersebut terikat dengan hukum dan
sistem tersebut.
Dalam
penyelenggaraan pemilihan umum masyarakat memiliki peran penting dalam
menentukan suksesnya atau tidaknya pelaksanaan pemilihan umum, hal ini
dikarenakan masyrakat adalah objek sehingga perannya dianggap sangat penting, Partisipasi masyarakat dalam dalam
sebuah pemilu merupakan salah satu tolak ukur dari keberhasilan sebuah
pemilihan umum. Secara tidak langsung ketika masyarakat ikut serta dalam sebuah pemilihan umum,
hal tersebut dapat diartikan bahwa masyarakat sudah mulai sadar bahwa pemilihan
umum merupakan bagian penting dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.
Partisipasi masyarakat
dalam pemilihan umum mengalami naik dan turun, pada tahun 1999 tingkat
partisipasi secara nasional tingkat kehadiran mencapai 95,1 %, sedangkan pada
tahun 2004 mengalami penurunan yang sangat drastis dengan tingkat partisipasi
masyarakat 84,1 %, di tahun 2009 tingkat partisipasi masyarakat semakin
memprihatinkan dengan tingkat pastisipasi 70,9 % , dan pada tahun 2014 tingkat
partisipasi mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya meskipun hanya sedikit
dengan angka 75,2 % tingkat partisipasi.
Banyak faktor
yang menjadi penyebab naik turunnya partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum diantaranya
masyarakat sudah hilang rasa kepercayaannya dengan partai politik dan juga
calon pemimpin yang dicalonkan partai politik, adanya sifat apatis di
masyarakat mengakibatkan masyarakat tidak peduli dengan orang lain ataupun
lingkunganya, proses administrasi yang panjang untuk menjadi seorang pemilih, kurangnnya
sosialisasi dan kurang menariknya kampanye calon pemimpin sehingga banyak
masyarakat kurang tertarik untuk ikut memilih.
Untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat maka penyelenggara pelaksana pemilu harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar pola pikir
masyarakat berubah dan mengetahui betapa pentingnya pelaksanaan pemilu yang berkualitas sehingga
terpilihlah pemimpin yang amanah, perlu dilakukan metode kampanye yang menarik
sehingga masyarakat tertarik untuk menggunakan hak pilihnya, proses
administrasi yang harus dipermudah, selain itu diharapkan juga kepada calon
pemimpin yang akan dipilih ketika nantinya terpilih harus amanah dan memikirkan
nasib rakyat agar kedepannya masyrakat tidak merasa kecewa dan tetap mau datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk menggunakan hak pilihnya.
Masyarakat juga
harus kooperatif pada saat petugas pemutahiran data daftar pemilih datang untuk
ke rumah untuk melakukan pendataan, harus
berkata jujur dan memberikan data sesuai
fakta agar data tersebut bisa didaftarkan kedalam data daftar pemilih tetap, salah
satu faktor penting untuk menentukan keberhasilan pemilihan umum adalah
lahirnya daftar pemilih tetap yang benar dan sesuai data serta fakta di lapangan. Lahirnya daftar pemilih
tetap yang baik adalah berkat kerjasama petugas pemutakhiran data pemilih dengan masyarakat.
Masyarakat harus aktif mencari tahu apakah dirinya sudah terdaftar di daftar pemilih tetap atau
belum, hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pengecekan secara online, jika
belum terdaftar maka masyarakat bisa melaporkan ke petugas pemutahiran daftar
pemilih atau ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tempat tinggalnya agar segera didaftarkan
ulang.
Selain itu
masyarakat juga harus ikut aktif dalam melakukan pengawasan selama berjalannya
tahapan pemilihan umum, jika ada indikasi pelanggaran yang dilakukan peserta
pemilu maka masyarakat harus mau melaporkan kepada pengawas pemilihan umum
(Bawaslu beserta jajarannya), hal ini dilakukan agar potensi pelanggaran dapat
di minimalisir, selain itu dari pihak Bawaslu juga harus aktif memberikan edukasi
tentang pentingnya pemilu yang terbebas dari praktek-praktek kecurangan dan
pelanggaran, baik itu pelanggaran etik, pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana
pemilu. Selain itu masyarakat tidak boleh terlibat dengan politik sara dan money politik, agar tidak terjadi hal
demikian maka dianggap perlu adalah adukasi dan sosialisasi dari pihak Bawaslu dan jajarannya.
Masyarakat juga harus saling mengingatkan
kepada kepada masyrakat lain tentang pentingnya terlibat dalam pemilihan umum
tahun 2024 mendatang dengan tidak terlibat pelanggaran-pelanggaran seperti
pidana pemilihan umum, seperti yang di jelaskan di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 pada Pasal 510 yaitu
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
banyak Rp24.OOO.OOO,O0 (dua puluh empat juta rupiah), di dalam Pasal 511 berisikan
Setiap orang yang dengan kekerasan, dengan ancaman kekerasan, atau dengan
menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran Pemilih
menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang
ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak p36.OOO.OOO,O0 (tiga puluh enam juta rupiah), selain itu di dalam Pasal
515 di jelaskan Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan
atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak
menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tert€ntu atau menggunakan
hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah), di dalam Pasal 517 juga di
jelaskan Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp60.00O.OOO,OO (enam puluh juta rupiah), masih banyak pasal yang
menjelaskan tentang pelanggaran pidana pemilu yang di jelaskan di dalam
Undang-undang ini.
Diharapkan kepada
seluruh masyrakat untuk turut aktif baik dalam menggunakan hak suaranya di TPS
dan aktif melakukan pengawasan agar pelanggaran di dalam pemilihan umum dapat
di minimalisir, jika sesua sudah berjalan maka dapat diharapkan pemilihan umum
akan berjalan baik, lancar dan
damai serta berkualitas, sehingga apa yang diharapkan dari pelaksanaan
pemilihann umum dapat terwujud seperti terpilihnya pemimpin yang amanah dan
yang memikirkan kepentingan rakyat dan negara.
Medan, 25 Mei 2023
Penulis adalah Rahmat Kurniawan Siregar, saat ini menjabat sebagai Anggota
Panita Pemilihan Kecamatan Percut Sei Tuan.