Sepiring Siomay, Segenggam Harapan untuk Keluarga

Kitakini.news - Di bawah panas menyengat Kota Medan, aroma kuah kacang yang hangat menyeruak dari sebuah gerobak sederhana bertuliskan "Siomay Batagor Inayyah" yang terparkir rapi di depan Masjid Al Jihad, Jalan Abdullah Lubis. Di balik gerobak itu, berdiri sosok bersahaja: Bapak Mulia, pria 45 tahun yang menghidupi keluarganya dari roda kecil dagangannya.
Baca Juga:
Setiap siang, sejak pukul 12.00 hingga matahari mulai merunduk, ia setia melayani pembeli dengan senyum yang tidak pernah absen, meski peluh mengalir di kening. Seporsi siomay dan batagor buatannya dijual seharga Rp14.000,-. Harga yang terjangkau, tapi cukup baginya untuk membayar kebutuhan hidup, menyekolahkan anak-anak, dan menjaga dapur tetap mengepul.
Bapak Mulia tinggal bersama istri dan keempat anaknya, masing-masing bernama Fadlan, Fajar, Fadli, dan si bungsu Fatia. Mereka tinggal di sebuah rumah kontrakan sederhana di Jalan Sei Ular, Medan. Gerobak dorongnya dimodifikasi dengan sepeda motor agar bisa lebih mudah dibawa ke lokasi jualan. Setiap hari, ia membawa serta 80 porsi dagangan, berharap semuanya habis sebelum senja.
Sudah 18 tahun ia menekuni profesi ini. Sebelum menetap di Medan, ia merintis usaha di Binjai selama 12 tahun. Enam tahun terakhir, lapaknya mangkal di depan masjid, tempat yang ia sewa secara resmi dengan tarif harian Rp15.000. Karena itulah, ia tak pernah merasa cemas digusur atau dirazia petugas. "Kalau izin jelas dan kita enggak ganggu orang, insyaallah aman," katanya.
Apa yang dilakukan Bapak Mulia mungkin tampak sederhana. Tapi di balik rutinitas hariannya tersimpan keteguhan hati yang luar biasa. Ia tidak hanya berjualan makanan, tetapi sedang memperjuangkan kehidupan yang jujur dan bermartabat. "Yang penting kita jujur dan niat cari rezeki buat keluarga," ucapnya sambil menyendok kuah ke atas sepiring batagor.
Bagi Bapak Mulia, gerobaknya bukan sekadar alat kerja, namun itu adalah simbol sebuah perjuangan seorang ayah untuk menghidupi keluarganya denga cara yang Halal. Dari situ, ia membangun harapan. Dengan sabar, ia membesarkan anak-anak, menjaga cita rasa dagangannya, dan menolak menyerah pada kerasnya hidup kota besar.
Kisahnya adalah cerminan dari ribuan pedagang kaki lima lain di Indonesia, pada pedagang yang tak banyak bicara, tapi setiap hari menanam tekad dan memanen keberanian. Satu porsi siomay dan batagor, satu langkah kecil demi masa depan anak-anaknya agar kelak lebih baik.
Penulis Muhammad Mitra, mahasiswa semester VI pada Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Nim 0603223122

Polemik 4 Pulau, Rapidin: Sejak Lama Pulau Tersebut Milik Aceh

Pantur Banjarnahor Minta Gubsu Alokasikan Pengadaan Vaksin Flu Babi Avac ASF Live di APBD Sumut

Sutarto Dorong Pembangunan Rendah Karbon untuk Atasi Perubahan Iklim

DPRD Medan Minta Polda Sumut Transparan Terkait Penggerebekan THM

Dari 3.005 Km Jalan Provinsi, 21,81 Persen Kondisi Sedang, 4,78 Rusak Ringan dan 17 Persen Rusak Berat
