KPK Larang Keras Anggota Dewan Terima "Uang Ketok"

Kitakini.news -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melarang keras anggota dewan menerima imbalan dalam bentuk apapun, termasuk dengan istilah "Uang Ketok Palu" Saat pengesahan APBD maupun regulasi lainnya.
Baca Juga:
"KPK tak akan kompromi untuk hal ini. Kita akan tindak," ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat RapatKoordinasiPemberantasan KorupsiPemerintah Daerah dengan KPK yang digelar pada rapat paripurna DPRD Sumut yang dipimpin Ketua Dewan Erni Ariyanti Sitorus, didampingi Wakil Ketua Dr. Sutarto MSi, Ihwan Ritonga, Ricky Anthony, dan Salman Alfarisi, serta dihadiriGubernur SumutBobby Nasution, Wakil GubernurH Surya, danSekdaprov SumutTogap Simangunsong, Selasa (30/9/2025) di DPRD Sumut.
Johanis menekankan, bila pihaknya menerima laporan mengenai hal itu, maka akan segera menindaklanjuti laporan tersebut dan menyeledikinya.
"Kami sudah pernah memproses satu gerbong anggota DPRD provinsi hingga semuanya masuk penjara. Saya tidak perlu menyebut daerahnya, tapi saya yakin bapak-ibu disini sudah tahu," imbuhnya.
Johanis menjelaskan, praktik menerima imbalan dalam setiap proses pengambilan keputusan, jelas termasuk tindak pidana korupsi. Bahkan ketika ada anggota dewan yang ditangkap, banyak keluarga mereka menangis. Namun, hal itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menghindari jerat hukum.
"Sekali pun ada tangisan dari keluarga, termasuk orang tua atau nenek-nenek, kami tidak bisa berkompromi. Jika terbukti ada uang ketuk palu, maka itu merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," bebernya.
Lebih lanjut Johanis menerangkan, bahwa anggota dewan merupakan penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN, sehingga dilarang keras menerima imbalan apapun.
Johanis menegaskan, pelanggaran aturan tersebut dapat dikenai sanksi hukum yang berat, bahkan hingga hukuman maksimal. Karena itu, ia mengingatkan seluruh anggota dewan untuk menjaga integritas dan tidak terjebak dalam praktik yang bisa merusak kepercayaan publik.
Dibagian lain penjelasannya, Johanis mengatakan, pemerintah dan DPR RI dalam waktu dekat akan mengesahkan Undang-undang Perampasan Aset. Dengan adanya aturan ini, semua pihak, termasuk pejabat dan anggota dewan, wajib melaporkan harta kekayaan mereka kepada KomisiPemberantasan Korupsi(KPK) dengan jujur dan benar.
"Ketika Undang-Undang ini disahkan, bapak-bapak harus memikirkannya dengan baik. Setiap anggota dewan dan pejabat berkewajiban melaporkan harta kekayaannya dengan benar dan sungguh-sungguh. Jangan sampai membuat laporan yang tidak sesuai fakta," tutur Johanis.
Ia mencontohkan, jika seorang pejabat sebenarnya memiliki harta Rp30 Miliar tetapi hanya melaporkan Rp10 Miliar ke KPK, maka sisanya sebesar Rp20 Miliar dapat disita oleh negara.
"Jadi, begitu Undang-undang Perampasan Aset dicatat dalam lembaran negara dan diumumkan dalam berita negara, maka laporan harta kekayaan di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) harus disesuaikan dengan fakta sebenarnya," jelasnya.
Johanis juga mengingatkan agar para anggota legislatif tidak menganggap enteng kewajiban tersebut. KPK, sudah berulang kali menemukan kasus di mana laporan LHKPN tidak sesuai kenyataan.
"Contohnya ada pejabat di bidang pajak yang melaporkan hartanya dengan jumlah kecil, tetapi dalam kehidupan sehari-hari terlihat sangat mewah. Setelah kami teliti, laporan itu tidak sesuai dengan fakta, sehingga langsung kami proses. Ada beberapa pejabat negara yang sudah dikenai sanksi akibat hal ini," ungkapnya.
Karena itu, ia menekankan agar para pejabat tidak ragu-ragu untuk melaporkan harta kekayaan secara benar.
"Saya menyampaikan ini bukan untuk menakut-nakuti atau membenci siapa pun. Ini murni demi kebaikan kita bersama, demi bangsa, dan khususnya untuk Provinsi Sumut yang kita cintai dan banggakan.
Sementara itu dari amatan Wartawan, dalam rapat koordinasi antara KPK dengan lembaga legislatif ini, juga diselingi dengan tanya jawab antara anggota dewan dengan pimpinan KPK, untuk menyatukan persepsi tentang korupsi dan rambu-rambu yang harus dipatuhi dalam pembahasan hingga pengesahan APBD. (**)

Dugaan Kasus CSR BI, KPK Akan Panggil Semua Anggota Komisi 11

Rony Situmorang Desak Pemprovsu Gali PAD Lain

KPK Akan Panggil Bobby Nasution Terkait Kasus Topan Ginting

KPK Akan Jemput Paksa Rektor USU

KPK Berikan Supervisi Pencegahan Korupsi kepada Gubernur dan DPRD Sumut
