Usai Pengukuhan Guru Besar, Rektor Muryanto Amin "Menghilang"

Kitakini.news - Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Muryanto Amin, menjadi sorotan publik setelah mangkir dari panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia dijadwalkan dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara, namun tidak hadir pada Jumat (15/8/2025).
Baca Juga:
Menariknya, Muryanto justru terlihat di hadapan publik beberapa hari kemudian dalam acara pengukuhan lima guru besar baru di Gedung Gelanggang Mahasiswa USU, Medan. Dalam kapasitasnya sebagai Rektor, ia duduk di barisan para guru besar yang menghadiri pengukuhan tersebut. Namun, begitu acara berakhir, keberadaan Muryanto tidak lagi terpantau. Awak media yang berusaha meminta keterangan langsung terkait kasus yang menjeratnya, mendapati sang Rektor sudah "menghilang" dari lokasi.
Muryanto menjadi tokoh yang menjadi pembicaraan belakangan ini di Sumatera Utara atas pemanggilannya oleh KPK dalam kasus suap pembangunan jalan di Tapanuli Selatan dan Madina. Persepsi negatif masyarakat semakin mencuat karena ternyata Muryanto mangkir pada panggilan awal, sehingga KPK akan menjadwalkan pemanggilan ulang kepada Rektor USU tersebut.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan ketidakhadiran Muryanto dalam agenda pemeriksaan.
"Terkait perkara Sumut, untuk pemanggilan rektor yang bersangkutan tidak hadir," ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/8/2025). Ia menambahkan, penyidik akan kembali menjadwalkan pemanggilan ulang terhadap Muryanto.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Kamis malam, 26 Juni 2025, di Sumatera Utara. Dalam operasi tersebut, KPK menetapkan lima orang tersangka, masing-masing Topan Obaja Putra Ginting selaku Kepala Dinas PUPR Sumut, Rasuli Efendi Siregar yang menjabat Kepala UPTD Gunung Tua sekaligus PPK Dinas PUPR Sumut, Heliyanto sebagai PPK Satker PJN Wilayah I Sumut, M. Akhirun Efendi Siregar Direktur Utama PT Daya Nur Global (PT DNG), serta M. Rayhan Dulasmi Piliang, Direktur PT Rukun Nusantara (PT RN).
Dari tangan para tersangka, penyidik KPK menyita uang tunai Rp231 juta sebagai bagian dari komitmen fee. Lembaga antirasuah memperkirakan total suap yang mengalir dalam kasus ini mencapai sekitar Rp2 miliar, dengan nilai proyek yang dipermainkan sebesar Rp231,8 miliar dari enam paket pembangunan jalan di Sumut.
KPK menduga proyek jalan senilai ratusan miliar rupiah itu sudah "dikondisikan" agar dimenangkan perusahaan tertentu. Pada perkara pertama, Topan Obaja bersama Rasuli dan Akhirun diduga merekayasa proyek pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu Selatan serta Jalan Hutaimbaru–Sipiongot dengan nilai Rp157,8 miliar, yang kemudian diberikan kepada PT Daya Nur Global tanpa prosedur resmi. Sebagai balas jasa, Akhirun dan putranya, Rayhan, diduga memberikan uang suap kepada Topan dan Rasuli.
Sedangkan pada perkara kedua, Heliyanto selaku PPK Satker PJN Wilayah I Sumut diduga menerima Rp120 juta dari Akhirun dan Rayhan untuk mengatur proyek melalui sistem e-katalog. Dengan cara itu, PT Daya Nur Global dan PT Rukun Nusantara kembali dipastikan memenangkan paket pekerjaan infrastruktur jalan.
Nama Muryanto Amin bukan kali ini saja menjadi sorotan. Sebelumnya, ia juga dikaitkan dengan kasus kolam retensi USU yang dinilai masyarakat tidak memberi dampak signifikan terhadap penanggulangan banjir di kawasan Jalan Dr. Mansyur, Medan. Muryanto juga sempat diperiksa oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait dugaan keterlibatannya secara aktif dalam pemenangan pasangan Bobby Nasution–Surya pada Pilkada Gubernur Sumut lalu.

Tim Investigasi Kemendiktisaintek Turun Selidiki Laporan Terhadap Rektor USU

Harry Pahlevi di Wisuda Polmed USU : Saya Bangga Pernah Pakai Almamater Ini

Fee 4 Persen Mengalir ke Topan Ginting, Rp450 Juta untuk “Klik” Proyek Rp165 Miliar

TP PKK Kota Binjai Tinjau Imunisasi dan Pemeriksaan Kesehatan Balita

FP-USU Nilai Surat Prof. Basyuni Potret Budaya Tanpa Malu dan Erosi Demokrasi Kampus
