SBY Soroti Konflik Thailand–Kamboja: Reputasi ASEAN Terancam

Kitakini.news - Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menyampaikan keprihatinan mendalam atas pecahnya kembali konflik bersenjata antara Kamboja dan Thailand. Menurutnya, ketegangan yang terjadi di perbatasan kedua negara itu tidak hanya memicu krisis kemanusiaan, tetapi juga mencederai reputasi Asia Tenggara sebagai kawasan damai yang selama ini dijaga bersama dalam bingkai ASEAN.
Baca Juga:
"Terus terang ini sebuah setback, kemunduran dari kisah sukses ASEAN sebagai model kerja sama regional yang telah berlangsung hampir 60 tahun," tulis SBY melalui akun media sosial X miliknya, Sabtu (26/7/2025).
Pernyataan itu muncul di tengah meningkatnya tensi militer antara dua negara anggota ASEAN, menyusul insiden baku tembak di wilayah sengketa perbatasan antara Provinsi Preah Vihear (Kamboja) dan Ubon Ratchathani (Thailand) pada 28 Mei 2025. Peristiwa tersebut menewaskan seorang tentara Kamboja dan membuat ratusan warga sipil mengungsi ke daerah yang lebih aman.
Konflik ini bukan baru pertama kali terjadi. Sengketa antara Thailand dan Kamboja berakar panjang sejak awal abad ke-20, terutama menyangkut batas wilayah yang diwariskan dari masa kolonial Prancis. Kuil Preah Vihear, sebuah situs suci bagi kedua bangsa yang terletak di perbatasan, menjadi simbol utama dari perebutan wilayah. Mahkamah Internasional pada 1962 telah memutuskan bahwa kuil tersebut berada dalam wilayah Kamboja, namun Thailand tetap mempertahankan klaim terhadap area di sekitarnya. Ketegangan di lokasi ini kerap meletus sewaktu-waktu, termasuk yang terakhir terjadi pada tahun 2011.
SBY, yang pernah memimpin ASEAN ketika Indonesia menjadi Ketua pada tahun 2011, mengingatkan bahwa ia secara langsung pernah berperan dalam proses mediasi yang kala itu berhasil meredakan konflik serupa. Upaya diplomasi tersebut bahkan menghasilkan sebuah kesepakatan damai yang mampu menjaga stabilitas kawasan selama lebih dari satu dekade.
"Tahun 2011 saya juga melakukan peran mediasi, membuahkan kesepakatan untuk sebuah peace settlement yang terjaga selama 14 tahun," ujarnya.
SBY juga menyoroti dampak kemanusiaan yang kini mulai terasa. Ia menilai bahwa eksodus warga sipil dari zona konflik harus menjadi perhatian utama bagi komunitas internasional, khususnya ASEAN. Namun demikian, ia tetap menyampaikan optimisme bahwa konflik ini masih dapat diselesaikan secara damai.
"ASEAN sebagai rumah bersama, termasuk di dalamnya Kamboja dan Thailand, masih memiliki sumber daya politik untuk mendorong pengakhiran konflik kedua negara tersebut," tegas Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu.
Menurutnya, peluang penyelesaian damai masih sangat terbuka asalkan seluruh pihak menjunjung tinggi semangat Piagam ASEAN 2007, yang menekankan pentingnya penyelesaian konflik melalui dialog dan diplomasi, bukan konfrontasi.
"Ini bukan saatnya untuk saling menyalahkan. ASEAN harus menunjukkan bahwa kita bukan sekadar organisasi simbolis, tapi mampu menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan," tegas SBY.

Pemulangan Jenazah Nazwa Aliya dari Kamboja Berjalan Lancar, Kades Apresiasi Semua Pihak

Gerebek Gudang Narkotika di Martubung, Polisi Temukan Jenis Baru

Mulai Dari Langkat, Sumatera Utara, DMDI dan Jamiyah Singapore Gelar Dakwah Serantau

Vietnam U-23 Juara AFF U-23 2025: Efektivitas Mengalahkan Dominasi

Benteng Vietnam Kokoh, Asa Indonesia Terkubur di Final AFF U-23
