Keberadaan Odong-odong Dipersoalkan, Gugatan Telah Sampai ke PN Siantar

Kitakini.news - Seorang akademisi Rindu Erwin Marpaung bersama 15 advokat yang tergabung dalam Kantor Hukum pondnag Hasibuan SH MH dan rekan menggugat Polres Pematangsiantar ke Pengadilan Negeri Pematang.
Baca Juga:
Gugatan ini layangkan karena Kepala Satuan Lalulintas Polres Siantar Iptu Friska Susana dinilai telah melakukan pembiaran terhadap kendaraan modifikasi nonstandar (Odong-Odong) yang beroperasi di jalan umum di inti Kota Siantar.
"Gugatan tersebut sebagai bentuk protes pelanggaran Lalulintas akan keselamatan pengguna jalan dan terkhusus anak-anak," ujar Rindu kepada wartawan di Siantar, Kamis (8/5/2025).
Rindu menjelaskan, maraknya Odong-odong yang dimodifikasi tanpa standart keselamatan dan tetap beroperasi liar di inti kota mencerminkan adanya kelambatan dari institusional.
"Ini bukan sekedar pelanggaran teknis, tapi juga soal prinsip dasar negara hukum. Detiap tindakan atau kelalaian Institusi publik harus dapat diuji secara hukum dan moral," ketusnya.
Rindu juga mengungkapkan bahwa Odong-odong bermotor, kendaraan hiburan anak yang dimodifikasi dari sepeda motor atau mobil bak terbuka, telah menjamur di wilayah Kota Pematangsiantar tanpa pengawasan standar keselamatan.
Ironisnya, praktik ini dibiarkan tanpa tindakan tegas, meski jelas melanggar aturan Lalulintas dan berpotensi menyebabkan kecelakaan yang fatal.
"Ini soal keselamatan pengguna jalan umum dan pengguna kendaraan. Ketika institusi seperti Kepolisian tidak bertindak, maka mereka turut bertanggung jawab atas segala akibatnya. Ini pembiaran, bukan ketidaktahuan," tandasnya.
Gugatan itu dilayangkan ke Pengadilan Negeri Pematangsiantar sebagai bentuk tanggung jawab sipil untuk menuntut keselamatan publik dan teguran moral terhadap kelalaian negara dalam menjalankan mandat konstitusionalnya.
Masih kata Rindu, hukum bukan semata-mata aturan tertulis, tetapi juga harus menjadi instrumen untuk menghadirkan keadilan dan menjawab realitas sosial.
Maka itu, Kelalaian aparat dalam menindak odong-odong, meski pelanggarannya tampak nyata di ruang publik, menunjukkan bahwa hukum tidak dijalankan secara aktif demi keadilan, melainkan sekadar difungsikan secara pasif.
Pembiaran tersebut menunjukkan kegagalan institusi publik dalam menjalankan fungsi pengawasan, penegakan hukum, dan perlindungan warga, yang seharusnya menjadi mandat utama institusi publik.
Dalam perspektif hukum dan filsafat publik dijelaskan Rindu, tindakan diam ini mengikis legitimasi otoritas institusi publik/negara, serta menunjukkan adanya kesenjangan antara norma hukum dan praktik kelembagaan.
Kemudian, dalam hal Gugatan ini adalah cerminan dari kehendak warga untuk menjaga agar institusi publik tidak terlepas dari tanggung jawab publiknya. Warga tidak hanya menuntut penegakan hukum, tetapi juga pemulihan legitimasi etis dari institusi yang lalai.
"Perbuatan Kepolisian Lalu Lintas Polres Pematangsiantar yang sengaja membiarkan kendaraan sepeda motor yang dimodifikasi Bak Penumpang di Jalan Kota Pematangsiantar tanpa ijin yang berwenang yang dapat menimbulkan kecelakaan Lalulintas adalah PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PENGUASA (ONRECCHTMATIGE OVERHEIDS DAAD)" kata Pondang Hasibuan, S.H., M.H yang didampingi oleh Pengacara Sahat Benny R Girsang, SE,S.H., M.H., Zakaria Tambunan, S.H, Gunawan Sirait, S.H., M.M., Erni Juniria Harefa, S.H., M.H.
Selain itu, Advokat Sihar T Josua Simaremare, S.H dan Nobel L.P. Siregar, S.H, menyampaikan bahwa sepeda motor yang dimodifikasi menggunakan bak penumpang tidak dibenarkan oleh hukum, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 277 Jo Pasal 50 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Jo Pasal 61 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.
"Harusnya Polisi bisa langsung melakukan razia, tilang, atau penindakan terhadap kendaraan odong-odong karena pelanggarannya secara kasat mata terlihat jelas," tegas Sihar Simaremare menambahkan.
Advokat lainnya, Boydo Frans Purba, S.H Dan Handika Ariamsyah, S.H, mengatakan akibat perbuatan Kepolisian Lalu Lintas tersebut yang tidak melakukan tugas-tugasnya memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dengan membiarkan kendaraan odong-odong melintas di jalan raya telah nyata-nyata merugikan Penggugat (Rindu E marpaung) dan masyarakat pengguna jalan umum lainnya.
Dimana dalam beberapa kasus telah Viral disiantar yaitu kecelakaan yang melibatkan odong-odong telah menyebabkan korban luka. Ini menjadi bukti konkret kerugian akibat pembiaran.
"Bahwa Kepolisian harus tegas menjalankan amanah Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan", cetusnya.
Dijelaskannya, bahwa untuk kepentingan pembuktian perkara gugatan yang diajukan oleh Penggugat ini, pihaknya telah berkonsultasi dengan ahli hukum lalu lintas, ahli hukum perdata kebijakan publik pada salah satu Universitas ternama di Sumatera Utara dan juga akan kami menghadirkan dalam persidangan Pembuktian nantinya.
Sebagai informasi, sidang pertama gugatan Perkara ini No. 41/Pdt.G/2025/PN Sim akan dimulai pada hari Senin tanggal 19 Mei 2025.
Masih Rindu, langkah ini merupakan cerminan upaya warga negara untuk mengaktifkan ruang publik sebagai arena koreksi moral terhadap institusi publik.
"Ruang publik adalah tempat di mana warga negara menyuarakan kepentingan bersama secara rasional dan kritis demi pembentukan kehendak politik yang demokratis." ungkapnya.
"Publik ingin mengingatkan bahwa dalam negara demokratis, warga tidak hanya respek terhadap pemimpin publik, tetapi juga berhak mengoreksi, terutama ketika keselamatan dan keadilan publik dipertaruhkan," tambah rindu.
Lebih lanjut Ketua Pusat Studi Kebijakan Publik dan Politik (PUSTAKA) Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar ini membeberkan, gugatan diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat akuntabilitas publik dan membuka diskusi luas tentang fungsi etis institusi publik dalam menjaga keselamatan warga.
Upaya publik untuk menyuarakan keselamatan sebagai hak dasar warga negara, serta mengembalikan fungsi hukum sebagai pelindung, bukan penonton.
"Kami menggugat bukan karena benci institusi kepolisian, tetapi karena kami ingin menyelamatkan wajah negara dari ketidakpedulian," pungkasnya.
Terakhir advokat Pondang Hasibuan, S.H., M.H. meminta agar Kapolresta Pematangsiantar melalui Kasatlantas menghadiri persidangan pada hari Senin tanggal 19 Mei 2025 dan berharap segera melakukan Penegakan hukum terhadap kendaraan Odong-odong yang melanggar ketentuan hukum Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan. (**)

Riau Alexander Siahaan Audiensi ke Walikota, Harapkan Wesley Hadiri Pelantikan KONI Siantar

Satres Narkoba Polres Siantar Tangkap 2 Pria Diduga Pengedar Sabu

Warga Siantar Agen PMI Ilegal ke Malaysia Diadili

Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Desak Kejati Sumut Usut Dugaan Korupsi Pembangunan Lapas Pematang Siantar

Dosen Bersama 15 Advokat Gugat Polres Siantar Soal Odong-odong
