Gawat, Ratusan Vila di Pulau Padar Akan Persempit Ruang Komodo

Kitakini.news - Pulau Padar di Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu habitat komodo. Namun, dalam beberapa waktu ke depan di sana akan berdiri ratusan vila.
Baca Juga:
Melansir berbagai sumber, Selasa (5/8/2025), sejatinya Pulau Padar termasuk dalam Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Namun, PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) berencana membangun 619 unit fasilitas, termasuk 448 unit vila, di salah satu habitat komodo tersebut.
Sebagai informasi, PT KWE memiliki izin usaha penyediaan sarana wisata alam selama 55 tahun, terhitung sejak 2014 hingga 2069, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.796/Menhut-I/2014.
Izin ini diberikan untuk zona pemanfaatan dengan luas 274,13 hektare, yang merupakan 19,5% dari total luas Pulau Padar.
Tak pelak, pembangunan ini tetap menjadi sorotan utama karena berpotensi mengganggu ekosistem dan pergerakan satwa purba tersebut.
Karena itu, Kepala Balai Taman Nasional Komodo (BTNK), Hendrikus Rani Siga, mengatakan pembangunan di kawasan yang berstatus Situs Warisan Dunia UNESCO ini harus memenuhi syarat yang sangat ketat .
Artinya, harus memastikan tidak adanya dampak negatif terhadap satwa dilindungi, ekosistem, dan daya tarik wisata.
Bahkan, dia membenarkan isi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) atau Environmental Impact Assessment (EIA) yang disusun oleh tim ahli dari IPB.
Dengan kata lain, dia mengakui kemungkinan adanya aktivitas komodo di lokasi pembangunan karena "satwa komodo tidak mengenal zonasi, bahkan di kampung saja dia masuk".
Patut diketahui, Amdal yang disusun oleh tim ahli dari IPB telah mengidentifikasi beberapa potensi dampak serius.
Yakni, beberapa lokasi pembangunan merupakan area utama komodo mencari makan.
Menurut tim ahli, ada tiga potensi dampak utama dari aktivitas pembangunan ini
Pertama, pembangunan di lembah-lembah yang menjadi habitat utama komodo dapat mengganggu pergerakan alami mereka, bahkan memaksa mereka menjauh dari lokasi pembangunan.
Lalu, kehadiran pekerja dan kegiatan konstruksi akan mengganggu aktivitas alami komodo, seperti bersarang dan mencari makan.
Dan terakhir, limbah dari dapur dan sisa makanan di lokasi pembangunan dapat membuat komodo terbiasa (terhabituasi) mencari makan di area pembuangan, yang berpotensi mengubah perilaku alami mereka.

Lewotobi Meletus, Bandara Komodo Tutup

Mancing di TN Komodo Kena Tarif Rp5 Juta per Orang

Dampak Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki: Turis Batalkan Pemesanan Hotel di Labuan Bajo, Pendapatan Hotel Terpuruk
