Jumat, 12 Desember 2025

Jejak Rp720 Miliar yang Hilang: Pergeseran BTT Sumut Berdampak Pada Bantuan Bencana

M Harizal - Kamis, 11 Desember 2025 23:27 WIB
Jejak Rp720 Miliar yang Hilang: Pergeseran BTT Sumut Berdampak Pada Bantuan Bencana
Diskusi SMI bersama dengan analis FITRA Sumut, Elfenda Ananda dan jurnalis di kantor SMI, Kamis, 11 Desember 2025. (Foto : Ucup)

Kitakini.news - Polemik mengenai enam kali pergeseran APBD Sumatera Utara sepanjang 2025, mencapai puncaknya pada penetapan Perubahan APBD (P-APBD). Penetapan P-APBD ini mengungkap persoalan yang jauh lebih serius daripada sekadar ketidaksinkronan angka. Di balik dinamika fiskal itu, terdapat perubahan ekstrem pada pos Biaya Tidak Terduga (BTT), yaitu anggaran yang secara hukum diperuntukkan bagi keadaan darurat dan bencana.

Baca Juga:

Pada APBD Murni 2025, BTT ditetapkan sebesar Rp123 miliar. Namun, melalui Pergub Sumut Nomor 7 Tahun 2025, Pj Gubernur Agus Fatoni menetapkan BTT menjadi Rp843 miliar, melonjak Rp720 miliar dalam satu kebijakan. Lonjakan ini mengubah total struktur fiskal dan selayaknya disertai justifikasi terbuka, namun penjelasan itu tak pernah muncul.

Ketika polemik mencuat, Gubernur Bobby Nasution dalam konferensi pers justru menyatakan bahwa BTT tetap Rp123 miliar, serta mengklaim bahwa penggunaan anggaran dipengaruhi efisiensi nasional dan kebutuhan membayar bonus atlet PON–Peparnas serta perbaikan infrastruktur darurat di Nias Barat.

Pernyataan tersebut bertentangan dengan Pergub 7/2025 yang secara sah mencatat angka Rp843 miliar. Ketidaksinkronan itu memunculkan pertanyaan publik mengenai konsistensi informasi pemerintah.

Dalam konferensi pers pada Kamis, 11 Desember 2025 di Sekretariat SMI, pendiri SMI sekaligus analis FITRA Sumut, Elfenda Ananda, menyebut situasi ini bukan lagi sekadar miskomunikasi.


"Dokumen resmi itu bukan opini. Ketika pernyataan politik bertolak belakang dengan dokumen hukum, yang dipertaruhkan adalah integritas pemerintah. Selisih Rp720 miliar tidak mungkin dianggap salah ketik," tegasnya.

Elfenda menyoroti bahwa BTT bergeser tujuh kali dalam satu tahun tanpa penjelasan publik. Ia meminta pemerintah menyampaikan data secara terbuka:
"Kalau ada realokasi, tunjukkan berita acaranya. Kalau ada revisi Pergub, publikasikan. Publik berhak tahu ke mana uang itu dialihkan."

Ia juga mengkritik penggunaan BTT untuk belanja yang seharusnya masuk dalam pos reguler seperti bonus atlet atau perbaikan infrastruktur. Menurutnya, hal itu mencerminkan lemahnya perencanaan anggaran.
"BTT itu untuk keadaan tak terduga, bukan untuk menambal perencanaan yang buruk," ujarnya.

Sorotan semakin tajam ketika kasus OTT Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Ginting, oleh KPK, dalam fakta persidangan disebut berkaitan dengan pergeseran anggaran yang memasukkan pembangunan ruas jalan tertentu. Meski tidak menjadi fokus utama laporan ini, peristiwa tersebut dianggap menggambarkan risiko penyalahgunaan dalam proses pergeseran anggaran.

Di tengah ketidakjelasan data fiskal, Sumatera Utara justru menghadapi bencana banjir besar dan longsor yang merusak infrastruktur dan menewaskan warga. Direktur Eksekutif SMI, Kristian Redison Simarmata, menyampaikan kekhawatirannya.
"Ketika anggaran darurat dipangkas, kemampuan pemerintah merespons bencana ikut terpangkas. BTT yang menyusut bukan hanya soal angka, tapi soal nyawa," ujarnya.

Kristian menilai pengurangan BTT sebagai kegagalan mengantisipasi risiko bencana, apalagi setelah peringatan BMKG mengenai cuaca ekstrem dan potensi longsor.
"Di saat bencana meluas dan alat berat tidak tersedia, publik bertanya-tanya: apakah ini dampak langsung dari pergeseran anggaran yang tidak transparan?" katanya.

Kondisi ini semakin diperparah ketika tidak seorangpun anggota DPRD Sumatera Utara yang melihat persoalan ini sebagai sebuah kebijakan yang sangat rawan dan berpotensi menjadi konflik sosial.

Pernyataan itu sejalan dengan fakta di lapangan dimana terjadi keterlambatan pembukaan akses jalan, minimnya jembatan darurat, dan lambatnya pengerahan alat berat. Semua ini, menurut analis, berkaitan dengan berkurangnya ruang fiskal untuk tindakan cepat.

Dalam P-APBD 2025, BTT direduksi kembali menjadi Rp98 miliar, lalu Rp70 miliar pada proyeksi 2026. Jumlah ini jauh dari cukup untuk menghadapi bencana lintas kabupaten dengan kerusakan luas.

Pada akhirnya, persoalan ini bukan hanya tentang angka atau teknis anggaran. Ini mengenai moral politik, integritas pemerintah, dan hak publik untuk mengetahui perjalanan uang negara. Dalam situasi darurat, masyarakat tidak membutuhkan kebingungan data atau pernyataan yang saling bertentangan, tetapi yang lebih pasti mereka membutuhkan pemerintah yang jujur, siap, dan tangkas membawa mereka keluar dari masalah.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Redaksi
SHARE:
Tags
Berita Terkait
SMI Jadi Perpanjangan Tangan Warga Bantu Warga Untuk Bantu Korban Banjir Sumatera

SMI Jadi Perpanjangan Tangan Warga Bantu Warga Untuk Bantu Korban Banjir Sumatera

Walhi Sumut Duga Ada Transaksi di Balik Pencabutan Izin Perusahaan Perusak Lingkungan

Walhi Sumut Duga Ada Transaksi di Balik Pencabutan Izin Perusahaan Perusak Lingkungan

Pantur Minta Bobby Usulkan ke Pusat Peristiwa di Sumut Jadi Bencana Nasional

Pantur Minta Bobby Usulkan ke Pusat Peristiwa di Sumut Jadi Bencana Nasional

Penanganan Bencana Cepat dan Terkoordinasi, Bobby Apresiasi Pemko Sibolga

Penanganan Bencana Cepat dan Terkoordinasi, Bobby Apresiasi Pemko Sibolga

Bobby: Pemerintah Sedang Berupaya Percepatan Membuka Jalur di Tukka, Tapteng

Bobby: Pemerintah Sedang Berupaya Percepatan Membuka Jalur di Tukka, Tapteng

Bawa Bantuan Logistik dan Jaringan Internet, Gubsu Turun ke Tukka, Tapteng

Bawa Bantuan Logistik dan Jaringan Internet, Gubsu Turun ke Tukka, Tapteng

Komentar
Berita Terbaru