Kamis, 11 Desember 2025

Walhi Sumut Duga Ada Transaksi di Balik Pencabutan Izin Perusahaan Perusak Lingkungan

M Harizal - Senin, 08 Desember 2025 11:52 WIB
Walhi Sumut Duga Ada Transaksi di Balik Pencabutan Izin Perusahaan Perusak Lingkungan
Manajer Advokasi WALHI Sumut,Jaka Kelana Damanik. (Foto : Dok WALHI Sumut)
Kitakini.news -Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara melayangkan kritik keras terhadap pemerintah pusat setelah Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol mengumumkan pencabutan izin lingkungan terhadap delapan perusahaan yang dinilai memperburuk kondisi banjir besar di Sumatera pada Rabu, 3 Desember 2025. Meski demikian, kementerian hanya menyebut empat nama perusahaan, yakniPT Agincourt Resources, PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE), PTPN III, dan PT Toba Pulp Lestari (TPL). Empat perusahaan lain masih ditutup rapat.

Pada saat yang sama, Menteri Kehutanan Raja Juli mengungkapkan bahwa tim kementeriannya menemukan indikasi pelanggaran di 12 lokasi perusahaan di Sumatera Utara. Ia menegaskan bahwa penegakan hukum segera dilakukan, namunidentitas 12 perusahaan tersebut kembali tidak dipublikasikandengan alasan proses hukum masih berjalan.

Baca Juga:

WALHI Sumut menilai sikap kedua kementerian tersebut tidak transparan dan membuka ruang terjadinya praktik-praktik transaksional. Manajer Advokasi WALHI Sumut,Jaka Kelana Damanik, menyatakan bahwa penutupan identitas perusahaan justru menimbulkan kecurigaan publik. Menurutnya, masyarakat berhak mengetahui siapa saja perusahaan yang berkontribusi pada kerusakan lingkungan agar proses pengawasan sosial dapat dilakukan secara terbuka.

Jaka menilai, ketertutupan informasi ini berpotensi membuka peluang praktik "main mata" seperti pemerasan, suap, hingga barter kepentingan antara pejabat dan perusahaan. WALHI menduga keras adanya transaksi gelap untuk menyelamatkan sejumlah perusahaan dari sorotan publik dengan tidak mempublikasikan identitas mereka secara lengkap.

Menurut WALHI, jika pemerintah tidak siap membuka nama perusahaan, maka sejak awal pemerintah tidak perlu mempublikasikan jumlah perusahaan perusak lingkungan. Tindakan seperti itu justru membingungkan publik dan melemahkan partisipasi masyarakat. Padahal,Pasal 70 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 (UUPPLH)menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam pengawasan dan pengelolaan lingkungan hidup.

WALHI juga menyoroti pernyataan Menteri Lingkungan Hidup bahwa kayu-kayu besar yang terseret banjir merupakan gabungan dari pohon tumbang alami dan material yang masuk secara tidak alami ke sungai. Penjelasan tersebut dinilai tidak menjawab akar persoalan. Menurut WALHI, kayu-kayu yang memenuhi aliran sungai justru merupakan bukti nyatadeforestasi besar-besarandi kawasan ekosistem Batang Toru.

WALHI menegaskan bahwa sumber utama bencana banjir bandang dan longsor adalah pembukaan hutan oleh perusahaan berbasis tambang, energi, dan perkebunan. PT Agincourt Resources, NSHE, PTPN III, dan TPL disebut sebagai perusahaan yang paling dominan melakukan penggundulan kawasan hutan melalui penebangan, alih fungsi lahan, dan eksploitasi di wilayah hutan alam maupun areal penggunaan lain (APL).

Pemerintah dianggap tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab karena seluruh proses deforestasi terjadi melaluiizin resmi pemerintah, mulai dari pelepasan kawasan hutan oleh Kementerian Kehutanan hingga pemberian izin tambang oleh Kementerian ESDM. Sikap Menteri Lingkungan Hidup yang baru bertindak setelah bencana terjadi juga dinilai sebagai bentuk kelalaian negara dalam menjalankan tata kelola lingkungan.

Sebagai bentuk koreksi terhadap kebijakan masa lalu, WALHI menuntut agar pencabutan izin tidak bersifat sementara, melainkan permanen. Jika hanya bersifat sementara, peluang praktik suap dan pemerasan akan semakin terbuka dan tidak ada jaminan bahwa deforestasi akan berhenti.

Sebelumnya, WALHI Sumut telah merilis daftar tujuh perusahaan yang disebut berkontribusi besar terhadap deforestasi di kawasan ekosistem Batang Toru–Harangan Tapanuli. Total deforestasi yang dilakukan tujuh perusahaan tersebut mencapai10.795,31 hektare, dengan jumlah pohon hutan alam yang ditebang mencapai3.443.939 batang.

Atas dasar temuan dan sikap pemerintah yang dinilai tertutup, WALHI Sumut mengeluarkan empat tuntutan utama kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Kehutanan, yaitu:

  1. Patuh terhadap UUPPLH dengan membuka ruang peran masyarakat dalam pengawasan lingkungan.

  2. Mempublikasikan identitas seluruh perusahaan perusak lingkungan, baik yang izinnya sudah dicabut maupun yang masih dalam proses pemeriksaan hukum.

  3. Mencabut seluruh izin dan menghentikan operasional perusahaan secara permanen.

  4. Menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat, khususnya warga terdampak banjir bandang dan longsor, atas kelalaian dalam mengelola dan melindungi lingkungan hidup.


Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Redaksi
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Bencana Berulang di Tapanuli, WALHI: Ini Bukan Alam, Ini Bencana Ekologis

Bencana Berulang di Tapanuli, WALHI: Ini Bukan Alam, Ini Bencana Ekologis

PGN Gelar Aksi Bersih Pantai, 1,1 Ton Sampah Terangkat dari Tanjung Pasir Banten

PGN Gelar Aksi Bersih Pantai, 1,1 Ton Sampah Terangkat dari Tanjung Pasir Banten

SOMASI Sumut Kawal Kasasi Sorbatua Siallagan: Seruan Keadilan dari Tanah Batak

SOMASI Sumut Kawal Kasasi Sorbatua Siallagan: Seruan Keadilan dari Tanah Batak

Tuding TPL Sebabkan Banjir Bandang Parapat: WALHI Desak Evaluasi Izin Konsesi Perusahaan Disekitar Danau Toba

Tuding TPL Sebabkan Banjir Bandang Parapat: WALHI Desak Evaluasi Izin Konsesi Perusahaan Disekitar Danau Toba

INALUM Raih Penghargaan PROPER Emas dan Hijau 2024

INALUM Raih Penghargaan PROPER Emas dan Hijau 2024

Penrad Siagian Soroti Kinerja Kejaksaan Terhadap Masyarakat Kecil di Sumut

Penrad Siagian Soroti Kinerja Kejaksaan Terhadap Masyarakat Kecil di Sumut

Komentar
Berita Terbaru