KPK Periksa Lima Saksi klaster proyek Kereta Api wilayah Medan-Sumut
Kitakini.news - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa lima orang saksi di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam penyidikan kasus dugaan suap proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan. Pemeriksaan ini berkaitan dengan klaster proyek untuk wilayah Medan, Sumatera Utara.
Baca Juga:
"Pemeriksaan dilakukan di Polresta Yogyakarta terhadap lima saksi masing-masing berinisial DP, TB, SUM, KAS, dan HKR," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (5/11). Ia menyebutkan, kelima saksi dimintai keterangan guna mendalami dugaan keterlibatan pihak swasta maupun pejabat dalam pengaturan pemenang proyek.
Berdasarkan keterangan resmi KPK, DP diketahui menjabat sebagai Direktur CV Dika Mandiri, TB sebagai Direktur Utama PT Tirta Mas Mandiri, SUM merupakan staf administrasi PT Tirta Mas Mandiri, KAS bekerja sebagai karyawan PT Laudza Engineer Consultant, sedangkan HKR adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) pembangunan jalur kereta api Makassar–Parepare periode Februari 2015 hingga 2017. Para saksi tersebut diyakini memiliki informasi penting mengenai aliran dana dan mekanisme penentuan kontraktor pelaksana proyek di sejumlah daerah.
Kasus dugaan suap proyek perkeretaapian ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 11 April 2023 di Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah DJKA Kemenhub, yang kini telah berganti nama menjadi BTP Kelas I Semarang. Dalam OTT itu, penyidik mengamankan sejumlah uang tunai serta dokumen penting terkait proyek perkeretaapian di beberapa wilayah Indonesia.
Dari hasil pengembangan penyidikan, KPK menetapkan 10 orang tersangka yang langsung ditahan. Mereka terdiri dari pejabat di lingkungan DJKA, pihak swasta, hingga pelaksana proyek. Seiring berjalannya waktu, hingga 12 Agustus 2025, jumlah tersangka meningkat menjadi 17 orang, termasuk dua korporasi yang juga ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang sama. Penetapan ini menandai perluasan penyelidikan KPK atas dugaan praktik korupsi yang bersifat sistematis dan melibatkan berbagai pihak di sektor perkeretaapian nasional.
Perkara ini mencakup sejumlah proyek besar, antara lain pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan–Kadipiro–Kalioso, proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan, empat proyek konstruksi jalur dan dua proyek supervisi di Lampegan, Cianjur, Jawa Barat, serta proyek perbaikan perlintasan sebidang di wilayah Jawa dan Sumatera. Nilai proyek yang ditangani dalam perkara ini mencapai ratusan miliar rupiah.
Dalam pelaksanaan pembangunan dan pemeliharaan proyek-proyek tersebut, diduga terjadi rekayasa dalam proses pengadaan barang dan jasa, mulai dari tahap administrasi hingga penentuan pemenang tender. Sejumlah pihak diduga terlibat dalam pengaturan pemenang proyek dengan imbalan tertentu agar kontrak jatuh kepada perusahaan yang telah diatur sebelumnya. Modus ini diduga telah berjalan selama beberapa tahun dengan melibatkan jaringan antarwilayah.
KPK menegaskan akan terus memperluas penyidikan untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat. Lembaga antirasuah itu juga berkomitmen melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap seluruh saksi, baik dari unsur pejabat negara maupun pihak swasta, demi memastikan tidak ada praktik korupsi yang luput dari jerat hukum.
"Upaya ini bagian dari komitmen KPK untuk menuntaskan kasus korupsi di sektor infrastruktur perkeretaapian yang merugikan negara dan mencederai kepercayaan publik," ujar Budi menegaskan.
Kasus suap di tubuh DJKA ini menjadi salah satu perhatian besar publik karena mencerminkan lemahnya pengawasan dalam proyek infrastruktur strategis nasional. KPK berharap pemeriksaan saksi-saksi di Yogyakarta dapat memperkuat bukti dan memperjelas konstruksi perkara, terutama terkait peran perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah Sumatera Utara.
Dengan penelusuran yang terus dilakukan, KPK menegaskan akan membawa seluruh pihak yang terlibat ke hadapan hukum. "Tidak ada ruang aman bagi praktik korupsi, siapa pun yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban," tutup Budi.