Rabu, 24 September 2025

Ratusan Massa Geruduk DPRD Sumut, Tuntut Reforma Agraria Sejati dan Pemberhentian Operasi PT TPL

Heru - Rabu, 24 September 2025 15:26 WIB
Ratusan Massa Geruduk DPRD Sumut, Tuntut Reforma Agraria Sejati dan Pemberhentian Operasi PT TPL
(Kitakini.news/Heru Soesilo)
Ratusan massa dari berbagai organisasi masyarakat adat, petani, mahasiswa, dan pegiat lingkungan mengepung Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRD Sumut) Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (24/9/2025).

Kitakini.news - Ratusan massa dari berbagai organisasi masyarakat adat, petani, mahasiswa, dan pegiat lingkungan mengepung Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRD Sumut) Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (24/9/2025).

Baca Juga:

Mereka datang dengan satu suara yakni menuntut reforma agraria sejati dan mendesak penghentian operasional PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang dinilai telah mencederai hak-hak masyarakat adat dan merusak lingkungan hidup di wilayah Tano Batak.

Aksi damai ini berlangsung sejak pagi hari dengan orasi, poster-poster kritis, dan simbol-simbol budaya adat Batak. Massa aksi mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak TPL terhadap masyarakat adat Sihaporas, serta mengecam lambannya negara dalam menyelesaikan konflik agraria yang sudah berlarut-larut selama puluhan tahun.

Kekerasan Terbaru di Sihaporas, Luka Mendalam bagi Masyarakat Adat

Dalam pernyataan sikapnya, massa aksi mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan oleh TPL terhadap masyarakat adat Sihaporas, Kabupaten Simalungun. Insiden tersebut terjadi pada Senin, 22 September 2025, di mana massa yang diduga bagian dari TPL menyerang warga yang mempertahankan lahan adat mereka.

Sedikitnya 33 orang dilaporkan terluka—18 di antaranya perempuan, 15 laki-laki. Bahkan, seorang anak penyandang disabilitas turut menjadi korban setelah dipukul di bagian kepala. Dari total korban, sepuluh mengalami luka serius, sementara sisanya mengalami memar dan lebam akibat pukulan di kepala dan tubuh.

"Ini bukan sekadar konflik lahan. Ini adalah bentuk kekerasan struktural yang dilakukan perusahaan dengan dukungan aparat terhadap masyarakat adat yang memperjuangkan haknya," ujar salah satu orator aksi.

PT TPL Dianggap Penjajah Tanah Batak

Lebih lanjut, massa aksi menyoroti luasnya konsesi PT TPL yang mencapai lebih dari 150.000 hektare di wilayah Tano Batak. Menurut mereka, sebagian besar konsesi itu merupakan hasil dari perampasan tanah adat sejak era 1980-an. Hingga kini, 77% wilayah konsesi itu diklaim masyarakat adat sebagai tanah ulayat yang dirampas tanpa persetujuan sah.

"PT TPL bukan hanya merusak hutan, tapi juga merampas identitas dan ruang hidup masyarakat adat. Dalam konteks ini, TPL kami anggap sebagai penjajah tanah Batak. Ini bukan penjajahan dalam arti kolonial lama, tapi bentuk kolonialisme internal yang dilegalkan oleh negara," tegas salah satu tokoh adat dalam orasinya.

Empat Tuntutan Utama Massa Aksi

Dalam aksi tersebut, massa menyampaikan empat tuntutan utama kepada DPRD Sumut dan Pemerintah Pusat.

Hentikan Tindakan Represif dan Intimidatif: Mengecam keras tindakan represif, intimidatif, dan diskriminatif aparat terhadap masyarakat adat dan petani dalam konflik agraria. Negara harus melindungi warga, bukan menjadi alat kekerasan korporasi.

Segera Bentuk Undang-Undang Reforma Agraria: Mendesak pemerintah untuk segera merumuskan dan mengesahkan Undang-Undang Reforma Agraria yang sejati, bukan sekadar bagi-bagi sertifikat, tapi benar-benar menata ulang struktur penguasaan dan distribusi tanah secara adil dan berpihak kepada rakyat kecil.

Sahkan Undang-Undang Masyarakat Adat, Mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat agar hak-hak komunitas adat diakui dan dilindungi secara hukum, termasuk pengakuan atas wilayah adat mereka.

Cabut Izin dan Hentikan Operasi PT TPL: Mendesak pemerintah untuk mencabut izin operasional PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan mengembalikan seluruh wilayah adat yang telah dirampas kepada masyarakat adat.

Respons DPRD Sumut Dinilai Minim

Hingga sore hari, massa aksi belum mendapatkan tanggapan resmi dari perwakilan DPRD Sumut. Perwakilan massa diterima oleh staf sekretariat, namun tidak satupun anggota dewan yang menemui massa secara langsung, hal ini memicu kekecewaan di kalangan demonstran.

"Kami datang jauh-jauh dari kampung, membawa luka dan harapan, tapi kami hanya diterima oleh pegawai. Di mana para wakil rakyat?" tanya salah satu peserta aksi dengan nada geram.

Seruan Solidaritas dan Perjuangan Berkelanjutan

Massa aksi menegaskan bahwa perjuangan mereka tidak akan berhenti di halaman DPRD Sumut. Mereka menyerukan solidaritas yang lebih luas dari berbagai elemen masyarakat untuk mendorong keadilan agraria dan perlindungan hak-hak masyarakat adat di seluruh Indonesia.

"Reforma agraria bukan hanya soal tanah, tapi tentang martabat, keberlanjutan, dan keadilan sosial. Jika negara terus diam, maka rakyat yang akan bergerak," tutup orasi salah satu mahasiswa dalam aksi tersebut. (**)

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Redaksi
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Ebenezer dan Subandi Sepakat PT TPL Ditutup

Ebenezer dan Subandi Sepakat PT TPL Ditutup

Sekolah Rakyat Harapan Baru Memutus Mata Rantai Kemiskinan di Sumut

Sekolah Rakyat Harapan Baru Memutus Mata Rantai Kemiskinan di Sumut

Jadi Korban Penipuan, Henry Dumanter Apresiasi Polda Sumut Tangkap Pelaku

Jadi Korban Penipuan, Henry Dumanter Apresiasi Polda Sumut Tangkap Pelaku

Ratusan Pekerja PT TPL "Serang" Warga Adat Sihaporas di Kawasan Danau Toba

Ratusan Pekerja PT TPL "Serang" Warga Adat Sihaporas di Kawasan Danau Toba

Terpilih Sebagai Ketua KAKAMMI Sumut, Abdul Rahim Ajak Alumni Jadi Motor Penggerak Perubahan

Terpilih Sebagai Ketua KAKAMMI Sumut, Abdul Rahim Ajak Alumni Jadi Motor Penggerak Perubahan

Rumah Nursidah Ludes Terbakar, Ricky Anthony Hadir Obati Duka

Rumah Nursidah Ludes Terbakar, Ricky Anthony Hadir Obati Duka

Komentar
Berita Terbaru