Anggota Dewan Diduga Arogan, Diberitakan Langsung Ngeles, Pengamat : Kenapa "Kau Siapa?"

Kitakini.news - Buntut dari aksi Sekretaris Komisi E DPRD Sumut Edi Surahman Sinuraya dari fraksi Partai Golkar mengusir wartawan dari ruang rapat komisi menimbulkan kecaman dari berbagai pihak. Sayangnya usai berita itu ramai di berbagai media massa, justru yang bersangkutan tak mau mengakui dan memohon maaf dengan dalih alis ngeles tidak ada mengusir.
Baca Juga:
Pengamat Politik dan Hukum, Dr (c) Eka Putra Zakran Nasution SH MH menanggapi sikap Edi Surahman Sinuraya seperti tidak bertanggungjawab atas perbuatannya kepada wartawan. Sebab dari berita yang muncul, awak media yang mengaku diusir menceritakan kronologinya ditanya keberadaannya pada saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan kalimat 'Kau Siapa?'.
"Tentu sebagai wartawan, sudah wajar lah setiap rapat antara legislatif dengan eksekutif atau masyarakat itu menjadi perhatiannya. Apalagi katanya itu membahas soal kebijakan anggaran (KUA-PPAS). Jadi ya biasa saja itu, apalagi kan itu gedung rakyat," ujar Eka Putra Zakran, Rabu (17/9/2025).
Hal yang menggelikan menurut Eka, bahwa ada bahasa bantahan dari anggota dewan yang membantah telah mengusir wartawan dengan dalih hanya menanyakan identitas kewartawanan.
Padahal dari kronologi, sangat jelas bahwa Edi Surahman Sinuraya berdiri, menunjuk ke arah wartawan dan berkata dengan nada tinggi 'kau siapa?'.
"Nggak perlu lah kita belajar lagi ke SD untuk tahu makna kalimat yang disampaikan dengan nada tinggi. Kenapa 'Kau Siapa?'. Kalau bertanya identitas, apa harus berteriak?. Jadi ya, tanggungjawab saja, minta maaf ke wartawannya, jangan cuap-cuap ke sama kemari," tegas Eka yang sekaligus mengilustrasikan perkataan anggota dewan dimaksud.
Namun hal yang paling menohok menurutnya, adalah ketika ada kata rapat internal atau rapat tertutup. Sebab hal itu sangat mungkin menimbulkan interpretasi liar, seakan jika ada wartawan diantara rapat eksekutif dan legislatif, informasi akan bocor dan dikhawatirkan akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
"Itu rapat KUA-PPAS, kebijakan anggaran. Harusnya yang tidak boleh itu, wartawan masuk dan bikin gaduh, ikut bersuara. Tapi kalau dia tenang, memperhatikan saja, apa salahnya. Termasuk memfoto kegiatan rapat, itu hal biasa dan rapat tetap saja berjalan," sebutnya.
Menurut Eka, justru kata rapat tertutup menjadi aneh, karena tidak seharusnya ada yang ditutupi. Karena anggaran yang dibahas adalah uang rakyat, dimana penggunaannya berdasarkan aturan.
"Kecuali ada yang mau mereka 'simsalabimkan', seperti tunjangan perumahan Rp40 Juta-Rp50 Juta per bulan yang terbongkar setelah demo besar kemarin.
Untuk itu, Eka meminta seluruh anggota dewan untuk tidak lagi berbicara pakai istilah tertutup atau internal. Sebab uang rakyat yang dikelola, juga akan dihabiskan untuk kepentingan rakyat. Sehingga apapun agendanya, para wakil rakyat tak perlu khawatir pembahasannya bocor.
"Sederhananya kalau tak bisa diberitakan, anggota dewan bisa menyampaikan itu ke wartawan yang hadir, bahwa bahan pembicaraan yang sensitif seperti SARA jangan sampai naik ke media. Toh juga anggota dewan sering bicara ke media, mengritik kebijakan dan penggunaan anggaran di eksekutif. Kenapa tiba-tiba pakai standar ganda? Kecuali mungkin ada yang mau main mata. Selama itu 'lurus-lurus' saja, buka saja ke publik, biar rakyat tahu, atau bisa kasi masukan melalui jalur ekstraparlemen," terang Eka. (**)

Pemprovsu Harus Pro Aktif Tingkatkan PAD Dari PKB

DPRDSU Minta Bobby Sikapi Perseteruan Antara DPRD dan Bupati Tapteng, Bobby: Nanti Kita Cari Solusinya

Ricky Anthony Tinjau Jalan Rusak, Ondim: Segera Diperbaiki

Wartawan Mistar Laporkan Edi Surahman ke BKD DPRD Sumut

Soal oknum Anggota DPRD Sumut dan Wartawan, Ini Tanggapan Erni
