Kasus Proyek Jalan di Sumut, Saksi: Tak Ada Survei Lokasi
Kitakini.news -Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut) dengan terdakwa mantan Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting dan Kepala UPTD Gunung Tua Rasuli Efendi Siregar kembali digelar di Ruang Cakra Utama Pengadilan Negeri Medan, Rabu (26/11/2025).
Baca Juga:
Pada persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK menghadirkan dua saksi, yakni Edison Pardamean Togatorop, Kasi Perencanaan Dinas BMBK Sumut, dan Jefri Bangun, selaku konsultan perencanaan.
Dalam keterangannya, Edison Pardamean mengungkapkan bahwa proses perencanaan dua paket proyek jalan tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Ia menyatakan bahwa tim perencanaan belum pernah melakukan survei lokasi untuk dua paket pekerjaan yang akhirnya diberikan kepada rekanan, Akhirun Piliang alias Kirun.
Kedua paket proyek tersebut adalah Peningkatan Struktur Jalan Provinsi Ruas Sipiongot–Batas Labuhanbatu, Pagu anggaran Rp96 Miliar dengan Panjang sekitar 16 Kilometer, Peningkatan Struktur Jalan Hutaimbaru–Sipiongot, Pagu anggaran Rp69,8 Miliar dengan Panjang 12,3 Kilometer.
Edison menyebut kedua proyek tersebut bahkan tidak terdaftar dalam APBD Sumut Tahun Anggaran 2025, namun tetap dipaksakan untuk dianggarkan dan disiapkan.
JPU Soroti Ketidakwajaran Anggaran
JPU KPK Eko Wahyu mempertanyakan dasar perhitungan anggaran pada dua proyek tersebut. Menurut perhitungan kasar, Hutaimbaru–Sipiongot Rp69,8 Miliar untuk 12,3 Kilometer (sekitar Rp5,6 Miliar/Kilometer). Sipiongot–Bts Labuhanbatu Rp96 Miliar untuk 16 Kilometer (lebih tinggi dari standar per Kilometernya).
Edison juga mengaku penetapan dua paket pekerjaan tersebut merupakan arahan langsung dari terdakwa Topan Ginting, sebagaimana disampaikan atasan langsungnya saat itu, Kabid Perencanaan Saib Pandapotan Harahap.
"Waktu itu takut diberikan sanksi oleh Pak Topan. Paket pekerjaan itu atas perintah Pak Topan," ujar Edison.
Setelah pemeriksaan, Majelis Hakim yang dipimpin Mardison menskors sidang untuk melanjutkan pemeriksaan saksi berikutnya, yakni Jefri Bangun.
Sebagaimana diketahui dalam dakwaan, JPU menyatakan bahwa Topan Ginting menerima Rp50 Juta sebagai bagian dari Commitment Fee 4 persen dari total nilai proyek mencapai Rp231,8 Miliar.Sementara Rasuli menerima Rp50 Juta atau setara 1 persen dari nilai kontrak.
Uang tersebut diberikan oleh Akhirun Piliang dan Rayhan Dulasmi Pilang sebagai imbalan agar perusahaan mereka memenangkan proyek.
"Commitment Fee diberikan agar topan memenangkan perusahaan Akhirun sebagai pelaksana proyek. Topan kemudian memerintahkan anak buahnya untuk memenangkan perusahaan tersebut," beber JPU Eko.
Jaksa juga menjelaskan bahwa Topan memerintahkan Rasuli untuk menunjuk PT Dalihan Na Tolu Group sebagai rekanan tanpa mekanisme resmi. Rasuli kemudian bersama Akhirun mengatur proses e-catalog agar perusahaan tersebut memperoleh pekerjaan pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel.
Empat proyek berada di bawah Dinas PUPR Sumut, sementara dua lainnya berada dalam lingkup Satker PJN Wilayah I Sumut, dengan total nilai sekitar Rp231,8 Miliar. (**)
Lima Kurir 128 Kg Ganja Aceh-Medan Dituntut Hukuman Mati
Vonis Ditunda, Hakim: Berkas Putusan Perkara Suap Proyek Jalan Belum Rampung
Manager Keuangan Clinic Lulu Gelapkan Rp3 Miliar Uang Perusahaan
Rugikan Negara Rp826,7 Juta, Tiga Terdakwa Korupsi Dana BOS SMAN 16 Medan Diadili
Polisi Beberkan Pengungkapan Kasus Pembakaran Rumah Hakim Khamozaro