Kamis, 13 November 2025

“Hati-Hati! Debt Collector Tak Berhak Rampas Mobil di Jalan, INi Delik Hukumnya”

Nasabah atau Debitur Juga Bisa Dijerat Hukum
M Harizal - Kamis, 30 Oktober 2025 18:29 WIB
“Hati-Hati! Debt Collector Tak Berhak Rampas Mobil di Jalan, INi Delik Hukumnya”
Ilustrasi
Kitakini.news - Banyak masyarakat masih belum memahami bagaimana menghadapi debt collector (penagih utang) yang datang menagih cicilan kendaraan bermotor. Padahal, ada aturan hukum yang jelas mengatur hal ini.

Langkah pertama yang harus dilakukan saat didatangi atau dihubungi oleh debt collector adalah meminta identitas resmi. Pastikan penagih membawa surat tugas dari perusahaan pembiayaan (leasing), kartu identitas diri, serta surat kuasa yang sah dari pihak leasing. Selain itu, debt collector harus terdaftar di Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).

Baca Juga:

Langkah kedua, pastikan ada dokumen hukum yang sah, yakni sertifikat jaminan fidusia yang telah terdaftar di Kantor Pendaftaran Fidusia Kementerian Hukum dan HAM. Jika debt collector tidak dapat menunjukkan sertifikat tersebut, maka penarikan sepihak dapat dikategorikan sebagai perampasan atau tindak pidana.

Apabila dalam proses penagihan terjadi intimidasi atau ancaman, masyarakat disarankan untuk segera melapor ke kantor polisi terdekat (Polsek/Polres) dengan dasar dugaan perampasan sebagaimana diatur dalam Pasal 365 atau Pasal 368 KUHP. Dokumentasikan kejadian dengan bijak—tanpa memprovokasi—agar dapat menjadi bukti hukum bila diperlukan.

Selain itu, masyarakat sebaiknya menyelesaikan persoalan melalui jalur resmi, yaitu dengan meminta mediasi langsung dengan pihak leasing di kantor perusahaan pembiayaan, bukan di lapangan. Jangan pernah menyerahkan kendaraan kepada siapa pun yang tidak dapat membuktikan legalitasnya secara tertulis.


Debt Collector Tidak Berhak Menghadang atau Merampas Mobil di Jalan

Dalam praktiknya, masih sering dijumpai debt collector yang menghadang kendaraan di jalan dan memaksa pemilik menyerahkan mobilnya. Tindakan ini tidak dibenarkan oleh hukum.

Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, eksekusi objek jaminan fidusia harus dilakukan dengan cara yang baik dan tidak melanggar hukum.

Hal ini juga telah dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, yang menegaskan bahwa perusahaan leasing tidak dapat menarik kendaraan secara sepihak, kecuali jika dua syarat terpenuhi:

  1. Sertifikat jaminan fidusia telah didaftarkan dan disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, serta

  2. Debitur mengakui wanprestasi atau keterlambatan pembayaran secara sukarela.

Artinya, penarikan kendaraan di jalan atau perampasan paksa tanpa dasar hukum dan sertifikat fidusia yang sah merupakan pelanggaran hukum dan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.


Ancaman Hukum bagi Debt Collector yang Melakukan Penarikan Paksa

Tindakan debt collector yang menghadang, mengancam, atau merampas kendaraan milik debitur dapat dijerat dengan sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Beberapa ketentuan yang dapat dikenakan antara lain:

PerbuatanDasar HukumAncaman Hukuman
Mengambil barang milik orang lain dengan kekerasan atau ancamanPasal 365 KUHP (perampasan/perampokan)Penjara hingga 9 tahun
Memaksa seseorang menyerahkan barang dengan ancaman kekerasanPasal 368 KUHP (pemerasan)Penjara hingga 9 tahun
Mengganggu ketertiban atau melakukan intimidasiPasal 335 KUHP (perbuatan tidak menyenangkan)Penjara hingga 1 tahun
Melakukan eksekusi tanpa kewenangan hukumPasal 368 jo. Pasal 55 KUHPPenjara hingga 9 tahun, termasuk pemberi perintah

Dengan demikian, debt collector maupun perusahaan leasing yang memerintahkan penarikan tanpa prosedur hukum dapat dipidana bersama-sama.


Sanksi bagi Nasabah yang Tidak Membayar Cicilan Kredit Mobil

Sebaliknya, jika debitur atau nasabah tidak memenuhi kewajiban pembayaran kredit, maka hal tersebut termasuk wanprestasi (ingkar janji) sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Konsekuensinya, leasing berhak melakukan penarikan kendaraan secara sah, asalkan sertifikat fidusia telah terdaftar secara resmi. Debitur juga wajib melunasi tunggakan, bunga, dan denda sesuai perjanjian yang disepakati. Bila perlu, perusahaan pembiayaan dapat mengajukan gugatan perdata atau melakukan lelang jaminan fidusia.

Perlu dicatat, menunggak cicilan bukanlah tindak pidana, selama tidak terdapat unsur penipuan atau penggelapan. Namun, jika debitur menyembunyikan kendaraan, menjualnya tanpa izin, atau menghilangkan barang jaminan, maka tindakan tersebut dapat berujung pada sanksi pidana.

PerbuatanDasar HukumAncaman Hukuman
Menggelapkan kendaraan yang masih dalam pembiayaanPasal 372 KUHP (penggelapan)Penjara hingga 4 tahun
Menjual kendaraan kredit tanpa izin perusahaan leasingPasal 36 UU No. 42 Tahun 1999 (UU Fidusia)Penjara hingga 2 tahun dan/atau denda Rp50 juta


Kesimpulan dan Imbauan

SituasiTindakan yang BenarDasar Hukum / Sanksi
Debt collector menghadang & merampas kendaraanTidak boleh, termasuk perampasanPasal 365, 368, 335 KUHP
Penarikan tanpa sertifikat fidusiaMelanggar UU Fidusia & Putusan MK 18/PUU-XVII/2019Penarikan tidak sah
Debitur menunggak cicilanBisa ditagih, tapi harus lewat prosedur hukumPasal 1243 KUHPerdata
Debitur menjual atau menggelapkan mobil kreditDapat dipidanaPasal 372 KUHP & Pasal 36 UU Fidusia

Masyarakat diimbau untuk tidak menyerahkan kendaraan kepada pihak mana pun yang tidak bisa menunjukkan surat tugas resmi dan sertifikat fidusia.
Segala bentuk kekerasan atau intimidasi dalam proses penagihan dapat segera dilaporkan ke polisi atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui layanan 1500-655.

Bagi debitur yang menghadapi kesulitan keuangan, segera ajukan restrukturisasi atau penjadwalan ulang pembayaran (rescheduling) melalui kantor resmi perusahaan pembiayaan. Jangan bernegosiasi melalui debt collector di lapangan.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Redaksi
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru