Terima 2,3 Milyar, Nama Mulyono Mantan Kadis PUPR Sumut Muncul Dipersidangan Kasus Suap Topan

Kitakini.news - Fakta baru kembali mencuat dalam persidangan kasus dugaan suap proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara yang melibatkan PT DNG. Berdasarkan catatan bendahara perusahaan, Mariam, yang diungkap di ruang sidang utama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Rabu (15 April 2025), terungkap bahwa Direktur Utama PT DNG, Akhirun Piliang, diduga menyuap sejumlah aparatur sipil negara demi memenangkan proyek-proyek yang bersumber dari anggaran pemerintah kabupaten, kota, maupun provinsi.
Baca Juga:
Dalam keterangannya, Mariam menyebut bahwa praktik suap tersebut tidak hanya ditujukan kepada Topan Obaja Putra Ginting, melainkan juga mengalir ke sejumlah pejabat lain. Pada tahun 2024, tercatat aliran dana sebesar Rp2,3 miliar kepada mantan Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara, Mulyono yang kini menjabat sebagai Kepala Kesbangpol Propinsi Sumatera Utara.
"Kepada Mulyono sebesar Rp2,380 miliar, ini benar ini?" tanya Ketua Majelis Hakim, Khamozaro Waruwu, dalam persidangan tersebut. Pertanyaan itu dijawab tegas oleh saksi Mariam, yang membenarkan adanya transfer dana tersebut.
Masih di tahun yang sama, Mariam juga mengaku mentransfer uang senilai Rp7,272 miliar kepada mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Mandailing Natal, Elpi Yanti Harahap; Rp1,272 miliar kepada mantan Kepala Dinas PUPR Kota Padangsidimpuan, Ahmad Juni; Rp467 juta kepada pejabat Dinas PUPR Padanglawas Utara bernama Hendri; serta Rp1,5 miliar kepada Ikhsan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Ia menambahkan, masih banyak pihak lain yang turut menerima suap dan gratifikasi dari PT DNG.
Mendengar keterangan saksi yang diperkuat dengan bukti catatan keuangan perusahaan, Hakim Khamozaro Waruwu tampak geram. Ia menilai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menindaklanjuti kasus tersebut dengan lebih serius, bahkan menyarankan agar perkara ini dapat dipertimbangkan untuk diserahkan ke Kejaksaan Agung agar penyelidikan dapat dilakukan lebih luas terhadap para penerima dana.
Yang mengejutkan, fakta lain juga terungkap dalam persidangan. PT DNG ternyata memiliki cap resmi atau stempel Dinas PUPR Sumatera Utara dan stempel UPTD Gunungtua PUPR Sumut. Hal itu diungkapkan oleh saksi Taufik Hidayat Lubis, Komisaris PT DNG yang juga merangkap sebagai pengurus berkas lelang proyek di dinas tersebut. Dalam kesaksiannya, Taufik menyebut dirinya bekerja sama dengan Direktur Utama PT DNG, Akhirun Piliang, serta PT Rona Na Mora (RNM) yang dipimpin oleh Rayhan Dulasmi Piliang.
Selain PT DNG dan PT RNM, Taufik juga mengakui bahwa perusahaan lain miliknya, yakni PT Prima Duta dan CV Prima Duta, beberapa kali digunakan oleh Akhirun Piliang untuk memperoleh pekerjaan konstruksi dari instansi pemerintah.
Namun sepanjang sidang, Taufik kerap mengaku lupa terhadap transaksi dan kegiatan yang dilakukannya demi memenangkan proyek-proyek tersebut. Bahkan, ketika jaksa menyinggung perihal penyerahan uang tunai sebesar Rp1,3 miliar di kantor pusat Bank Sumut, Taufik mengaku tidak mengenal orang yang menerima uang tersebut, padahal penyerahan dilakukan langsung melalui tangannya.
Pernyataan itu membuat Hakim Khamozaro Waruwu kembali bereaksi keras. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin uang dengan nilai fantastis diserahkan kepada seseorang yang tidak dikenal.
"Terdakwa, kepada siapa Anda perintahkan uang tersebut diserahkan dengan kode 'Sipiongot DP 7,5' itu?" tanya Waruwu kepada Akhirun Piliang.
Terdakwa Akhirun sempat terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab bahwa uang tersebut merupakan pinjaman kepada koleganya bernama Lunglung.
Usai persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghindar saat dikonfirmasi wartawan mengenai penerima uang Rp1,3 miliar di Bank Sumut tersebut apakah orang suruhan pejabat penting di Sumatera Utara.
"Untuk poin itu belum masuk dalam ranah persidangan yang kami tangani, karena saat ini kami masih fokus pada dakwaan terhadap pemberi suap, yakni Akhirun Piliang dan Rayhan Dulasmi Piliang," ujar JPU KPK, Eko Wahyu.
Sidang akan kembali digelar pada Kamis, 15 Oktober 2025, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari klaster Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah I Sumatera Utara.

Saksi Heliyanto Mengaku Terima Suap dari Kirun dan Rayhan Pada Proyek Jalan BBPJN Sumut 2024-2025

Saksi Akui Kirun Perintahkan Atur Proyek di Dinas PUPR dan BBPJN Sumut

Korupsi Pembelian BBM, Mantan Bendahara Pengeluaran PUPR Nisel Dipenjara 3 Tahun

Warga Gedung Johor Desak Pemerintah Segera Atasi Banjir Kiriman Dari Deli Serdang

Fee 4 Persen Mengalir ke Topan Ginting, Rp450 Juta untuk “Klik” Proyek Rp165 Miliar
