Rabu, 26 November 2025

Dugaan Pergeseran Anggaran Jalan Rp 158 Miliar Dinilai Janggal, Hakim Desak KPK Terbitkan Sprindik Baru

Abimanyu - Rabu, 01 Oktober 2025 21:14 WIB
Dugaan Pergeseran Anggaran Jalan Rp 158 Miliar Dinilai Janggal, Hakim Desak KPK Terbitkan Sprindik Baru
Mantan PJ Sekda Provsu, Efendi Pohan diapit Kepala Bapelitbang Porvsu, Dicky Zulkarnain Panjaitan dan mantan Kapolres Tapsel, AKBP Yasir Ahmadi saat dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan HUtaimbaru-Sipiongot dan Sipo

Kitakini.news - Majelis hakim Tindak PIdana Korupsi Pengadilan Negeri (PN) Medan menilai kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan Hutaimbaru–Sipiongot, Kabupaten Padanglawas Utara (Paluta) dan Sipiongot-Batas Labuhanbaru bernilai Rp. 158 Milyar, masih menyimpan banyak kejanggalan. Ketua majelis hakim, Khamozaro Waruwu, bahkan meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru agar perkara ini diusut tuntas hingga ke akar masalah.

Baca Juga:

Permintaan tersebut disampaikan Khamozaro saat sidang lanjutan menghadirkan mantan Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara, Effendy Pohan, sebagai saksi di ruang sidang Cakra 9 PN Medan, Rabu (1/10). Dalam persidangan, hakim menilai keterangan saksi tidak jujur dan berbelit-belit, terutama terkait pergeseran anggaran dalam proyek senilai lebih dari Rp 158 miliar itu.

Dalam keterangannya, Effendy yang juga menjabat Ketua Tim Percepatan Anggaran Daerah (TPAD) mengakui bahwa pembahasan pergeseran anggaran tidak pernah dihadiri secara penuh oleh 50 anggota TPAD.

"Izin yang mulia, secara de facto, dalam rapat TPAD tidak pernah hadir semuanya ini," kata Effendy.

Hakim Khamozaro kemudian mempertanyakan alasan pengambilan keputusan tetap dipaksakan meskipun tidak kuorum. "Kalau tidak hadir, kenapa dipaksakan?" tanyanya. Effendy menjawab bahwa aturan tidak mewajibkan rapat harus kuorum. Namun jawaban itu membuat hakim semakin geram. "Kalau tidak ada kuorum, berarti bisa suka-suka?" sindirnya.

Ketika Effendy berdalih bahwa seluruh anggota bisa menandatangani meski tidak hadir, hakim kembali menekankan adanya ketidakjelasan prosedur. "Tetapi tadi saudara mengatakan tidak semua hadir. Bagaimana mungkin bisa tetap dianggap sah?" tegas Khamozaro.

Hakim pun meminta jaksa KPK menyita seluruh dokumen terkait pergeseran anggaran. "Akar permasalahannya itu di situ, penganggaran yang mungkin tidak normal. Lalu tiba-tiba muncul Rp 158 miliar lebih tanpa dokumen lengkap, itu yang mau kita lihat," jelasnya.

Dalam sidang sebelumnya, saksi dari Dinas PUPR juga menerangkan bahwa setiap proyek fisik seharusnya memiliki dokumen pendukung. Hal ini semakin menimbulkan pertanyaan besar, mengingat proyek jalan Hutaimbaru–Sipiongot bisa muncul dalam APBD tanpa dokumen yang jelas. "Bapak tahu, proyek itu tayang dari bulan Juni. Rencana umum pengadaan ditetapkan tanggal 26 sore, bahkan sudah ada penentuan pemenang tender. Baru kemudian tayang rencana proyek dan konstruksinya di bulan Juli," ungkap hakim.

Hakim menilai keterangan Effendy menunjukkan bahwa saksi selaku ketua TPAD tidak memahami sepenuhnya tugasnya. Sebab, meski dokumen pendukung tidak ada, TPAD tetap menyetujui pergeseran anggaran. Hal inilah yang membuat hakim meyakini kasus ini tidak bisa berhenti pada para terdakwa yang sudah dihadapkan ke pengadilan. "Kasus ini masih berkembang. Penyidikan KPK harus mengembangkannya dengan membuat sprindik baru untuk mencari siapa lagi yang bertanggung jawab. Kita harus masuk ke akar masalah supaya Sumut ini bersih," tegas Khamozaro.

Dalam sidang ini, dua terdakwa yang diadili adalah Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, dan Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi. Selain Effendy Pohan, saksi lain yang turut dihadirkan yakni mantan Kapolres Tapanuli Selatan AKBP Yasir Ahmadi, ASN Pemprov Sumut Dicky Anugerah Panjaitan, ASN Dinas PUPR Abdul Aziz Nasution, serta Bendahara UPT Gunung Tua, Irma Wardani.

Kasus dugaan korupsi pembangunan jalan Hutaimbaru–Sipiongot dengan anggaran sekitar Rp158 miliar ini mencuat setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Dari OTT tersebut, KPK menetapkan sejumlah tersangka, di antaranya Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting, Akhirun Piliang (Kirun), Rayhan, Heliyanto, serta Kepala UPTD PUPR Gunungtua Rasuli Efendi Siregar.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Redaksi
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Polisi Beberkan Pengungkapan Kasus Pembakaran Rumah Hakim Khamozaro

Polisi Beberkan Pengungkapan Kasus Pembakaran Rumah Hakim Khamozaro

Pasca Rumah Hakim Terbakar, JPU KPK Akan Minta Pengawalan Ekstra

Pasca Rumah Hakim Terbakar, JPU KPK Akan Minta Pengawalan Ekstra

FP-USU Desak KPK Panggil Paksa Rektor USU dalam Dugaan Korupsi Proyek Jalan di Sumut

FP-USU Desak KPK Panggil Paksa Rektor USU dalam Dugaan Korupsi Proyek Jalan di Sumut

Suap Topan Cs, JPU KPK Tuntut Kirun 3 Tahun dan Reyhan 2,5 Tahun

Suap Topan Cs, JPU KPK Tuntut Kirun 3 Tahun dan Reyhan 2,5 Tahun

Kisah Khamozaro Waruwu, Tertimpa Musibah Disaat Pegang “Palu Keadilan”

Kisah Khamozaro Waruwu, Tertimpa Musibah Disaat Pegang “Palu Keadilan”

Rumah Hakim PN Medan Terbakar, Publik "Curiga" Terkait Kasus Korupsi yang Ditanganinya

Rumah Hakim PN Medan Terbakar, Publik "Curiga" Terkait Kasus Korupsi yang Ditanganinya

Komentar
Berita Terbaru