Skandal Sawit USU: FP-USU Laporkan Dugaan Korupsi Rp228,3 Miliar ke Kejati Sumut
Kitakini.news - Forum Penyelamat Universitas Sumatera Utara (FP-USU) resmi melaporkan dugaan penyalahgunaan dana pinjaman sebesar Rp.228,3 miliar terkait pengelolaan lahan sawit Universitas Sumatera Utara (USU) di Kabupaten Mandailing Natal ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut). Laporan dengan nomor 003/FP-USU/IX/2025 itu disertai dokumen hasil rapat koordinasi yang mempertegas adanya indikasi tindak pidana korupsi.
Baca Juga:
- Bertemu Itjen Kemendikti, FP USU Desak Pemilihan Ulang Calon Rektor USU Tanpa Calon Bermasalah
- Sosok Lunglung Penerima Uang 1,3 Milyar Berkode "Sipiongot DP 7,5" dari PT DNG, Masih "Misterius"
- Itjen Kemendiktisaintek Panggil PPIKA-USU dan FP-USU: Dugaan Suap Hingga Aset dan Proyek Bermasalah Akan Jadi Agenda Pembicaraan
Kasus ini bermula dari praktik PT Usaha Sawit Unggul pada 2021 yang mengagunkan lima sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit USU di Tabuyung, Singkuang I, dan Suka Makmur, untuk mendapatkan fasilitas kredit besar dari bank. Alih-alih menopang pendidikan dan penelitian, kebijakan tersebut justru menimbulkan potensi kerugian negara sekaligus menyeret kampus negeri itu dalam pusaran skandal pengelolaan aset publik.
Ketua FP-USU, Adv. M. Taufik Umar Dani Harahap, SH, menegaskan persoalan ini bukan sekadar urusan administrasi, melainkan sudah menyentuh marwah pendidikan tinggi.
"Lahan sawit itu mandat Land Grant College untuk menopang Tri Dharma Perguruan Tinggi: pendidikan, riset, dan pengabdian. Tapi ketika aset negara dijadikan agunan tanpa akuntabilitas, itu bukan sekadar salah kelola, melainkan dugaan kuat memperkaya diri sendiri dan kroninya. Kampus berubah jadi ladang bisnis gelap yang menggerogoti integritas akademik," tegas Taufik.
FP-USU mengingatkan, rapat koordinasi pada 10 April 2025 antara pihak USU, Koperasi Pengembangan USU, dan Kejati Sumut sudah menyimpulkan adanya indikasi pidana. Lebih dari dua tahun upaya mediasi ditempuh, namun hasilnya tetap jalan buntu.
"Dialog ternyata hanya jadi kamuflase, alat kompromi. Karena itu, bagi kami laporan hukum adalah jalan satu-satunya untuk menyelamatkan aset pendidikan dari cengkeraman mafia kampus," lanjut Taufik.
Menurut FP-USU, perkara ini jelas masuk ranah pidana dan tidak bisa dipandang sekadar sengketa internal. Karena itu, Kejati Sumut diminta segera melakukan penyelidikan dengan dasar hukum UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), khususnya Pasal 2, 3, 8, dan 9 yang mengatur soal penyalahgunaan wewenang hingga penggelapan jabatan.
Taufik juga menyinggung Pasal 33 UUD 1945 sebagai pijakan moral dalam persoalan ini.
"Bumi, air, dan kekayaan alam dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kalau lahan sawit USU dijadikan agunan kredit, itu artinya negara dijual untuk kepentingan bisnis segelintir orang. Kampus kebanggaan rakyat justru dijadikan ATM kelompok bisnis yang bersembunyi di balik wajah akademik," ujarnya.
FP-USU menegaskan, masyarakat memiliki hak hukum untuk terlibat aktif. Pasal 41 dan 42 UU Tipikor memberi ruang bagi masyarakat untuk melaporkan dugaan korupsi sekaligus mendapat perlindungan hukum.
"Sebagai alumni dan warga negara, kami bukan hanya punya hak moral, tapi juga dasar hukum untuk melawan korupsi di kampus ini," kata Taufik.
Tak hanya soal agunan, FP-USU juga menyoroti adanya kejanggalan besar dalam pemberian kredit Rp228 miliar oleh BNI. Bank tersebut tetap menerima agunan lima HGU lahan sawit USU, meski laporan keuangan kebun sawit tercatat merugi sejak 2012 hingga 2025.
"Ini bukan sekadar salah hitung. Ini tercium kuat sebagai rekayasa kredit, pat gulipat keuangan publik, dan permainan kotor antara pengelola aset kampus dan pihak bank," ungkap Taufik.
Forum itu menambahkan, lahan sawit USU merupakan aset negara yang tercatat di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Karena itu, setiap langkah pengagunan seharusnya mendapat izin resmi dari Dirjen Kekayaan Negara serta diawasi DPR maupun DPRD. Jika mekanisme ini dilewati, maka jelas terjadi pelanggaran serius dalam tata kelola aset publik.
Desakan FP-USU cukup tegas. Kejati Sumut diminta segera memeriksa pihak-pihak terkait, mulai dari pengelola USU, Koperasi Pengembangan USU, hingga PT Usaha Sawit Unggul.
"USU didanai rakyat, bukan perusahaan keluarga. Kalau aset universitas diperlakukan seperti lapak bisnis, itu sama saja menggadaikan masa depan generasi muda Sumut," tutur Taufik.
Bahkan lebih mirisnya, anggota Koperasi Pengembangan USU, dan pengurus PT Usaha Sawit Unggul, saat ini banyak yang duduk sebagai Senat Akademik USU dan Majelis Wali Amanat USU, dan tentu semua ini tidak lepas dari peran Muriyanto Amin sebagai Rektor, sambungnya.
Rilis FP-USU ditutup dengan peringatan keras kepada penegak hukum.
"Publik sedang menunggu keberanian Kejati Sumut. Persoalan ini sebenarnya juga sudah disampaikan langsung ke Kajagung, ST Burhanuddin. Kalau berani membongkar skandal ini, bukan hanya Rp228 miliar yang terselamatkan, tapi juga kehormatan universitas negeri. Kalau bungkam, itu pertanda hukum lumpuh di hadapan mafia kampus," pungkasnya.
Bertemu Itjen Kemendikti, FP USU Desak Pemilihan Ulang Calon Rektor USU Tanpa Calon Bermasalah
Sosok Lunglung Penerima Uang 1,3 Milyar Berkode "Sipiongot DP 7,5" dari PT DNG, Masih "Misterius"
Itjen Kemendiktisaintek Panggil PPIKA-USU dan FP-USU: Dugaan Suap Hingga Aset dan Proyek Bermasalah Akan Jadi Agenda Pembicaraan
FP-USU Nilai Surat Prof. Basyuni Potret Budaya Tanpa Malu dan Erosi Demokrasi Kampus
Tuding Pemilihan Rektor Curang, Forum Penyelamat USU Layangkan Somasi