Sabtu, 23 Agustus 2025

Guru Besar USU Sebut Berdasarkan Sejarah Lahan Perumahan Citraland Merupakan Milik Sah Kesultanan Serdang

Cut Mutiara - Kamis, 14 Agustus 2025 19:23 WIB
Guru Besar USU Sebut Berdasarkan Sejarah Lahan Perumahan Citraland Merupakan Milik Sah Kesultanan Serdang
Suasana sidang saat mendengarkan keterangan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. H. OK. Saidin, SH., M.Hum, yang dihadirkan sebagai ahli dalam perkara sengketa lahan antara Kesultanan Serdang melawan PT NDP dan mitranya, Kamis,

Kitakini.news - Kuasa hukum Sultan Serdang, Dr. Ibnu Affan, SH., M.Hum, mengapresiasi keterangan ahli yang dinilainya sangat jelas dan memperkuat posisi Sultan. Ia berharap perkara bernomor register 539/Pdt.G/PN.Lbp itu dapat diputus secara adil berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap.

Baca Juga:

"Sudah sangat terang benderang bahwa tanah-tanah eks konsesi yang kini dikuasai PT. NDP dan dijadikan kawasan perumahan Citra Land adalah perbuatan melawan hukum," tegasnya.

Hal ini disampaikan Ibnu Affan, menyikapi keterangan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. H. OK. Saidin, SH., M.Hum, saat menyampaikan keterangan sebagai ahli dalam persidangan sengketa lahan eks konsesi milik Kesultanan Serdang melawan PT. Nusa Dua Propertindo (NDP) yang merupakan anak perusahaan eks PTPN II, bersama mitranya perusahaan Ciputra dari Jakarta.

Dalam sidang ke-24 pada Kamis, 14 Agustus 2025 di Pengadilan Negeri LUbuk Pakam, yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Hendrawan Nainggolan, SH, saksi ahli yang dihadirkan pihak Sultan Serdang, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof. Dr. H. OK. Saidin, SH., M.Hum, dengan tegas menyatakan bahwa kawasan perumahan Citra Land Tanjung Morawa merupakan milik sah Kesultanan Serdang.

Sultan Negeri Serdang ke-IX, Sri Paduka Tuanku Drs. Akhmad Thala'a, melalui gugatan intervensi menghadirkan saksi ahli tersebut untuk meyakinkan majelis hakim bahwa tanah eks konsesi di Kecamatan Tanjung Morawa bukanlah milik pihak lain, melainkan aset sah Kesultanan Serdang.

Kasus ini menjadi perhatian publik di Sumatera Utara. Selain melibatkan perusahaan nasional besar, proses pembangunan perumahan Citra Land Tanjung Morawa juga dikabarkan belum memiliki izin Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kepala Kantor BPN Deliserdang, Mahyu Danil, bahkan menegaskan di hadapan Komisi I DPRD Deliserdang bahwa status lahan masih dalam proses peninjauan dan menunggu petunjuk resmi dari Gubernur Sumatera Utara.

Namun ironisnya, pembangunan tetap berjalan tanpa hambatan hingga menimbulkan spekulasi adanya dugaan pelanggaran hukum.

Di hadapan majelis hakim, Prof. OK Saidin menguraikan fakta sejarah dan hukum. Ia menyebutkan, tanah eks konsesi Tanjung Morawa adalah tanah Kesultanan Serdang, bukan Kesultanan Deli, sebagaimana sering disalahpahami. Dengan memperlihatkan dokumen dan peta, ia menegaskan bahwa tanah tersebut dulunya merupakan konsesi antara Sultan Serdang dengan perusahaan perkebunan Belanda, Senembah Maatschappij, yang berakhir pada 18 Juni 1948. Menurutnya, sejak saat itu tanah seharusnya dikembalikan kepada Sultan Serdang, namun kemudian turut dikuasai negara setelah terbitnya UU No. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan Belanda.

"Tanah-tanah eks konsesi itu bukan milik Belanda, melainkan tanah adat Kesultanan Serdang. Karena itu, seharusnya tidak terkena nasionalisasi. Faktanya, tanah tersebut tidak pernah masuk dalam daftar aset perusahaan Belanda. Oleh sebab itu, penguasaan Citra Land atas tanah tersebut tidak sah," tegas Prof. OK Saidin dalam persidangan.

Ia juga menambahkan, hingga kini Kesultanan Serdang belum pernah menerima ganti rugi dari pihak manapun, baik dari PT. NDP maupun Ciputra. Padahal Pasal 2 ayat (1) UU No. 86 Tahun 1958 jelas menyebutkan bahwa pemilik tanah wajib diberikan ganti rugi.

Sementara itu, Sultan Serdang Akhmad Thala'a menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah mempermasalahkan tanah eks konsesi yang dikelola masyarakat atau PTPN II untuk kepentingan ribuan karyawannya. Namun, ia keberatan ketika tanah itu dialihkan kepada perusahaan swasta untuk kepentingan bisnis pribadi. "Inilah yang kami lawan. Kalau untuk rakyat, kami biarkan. Tetapi kalau dialihkan untuk bisnis, maka kami akan tempuh jalur hukum," ujar Sultan.

Pernyataan Sultan senada dengan langkah BPN Deliserdang yang menyatakan akan berkoordinasi dengan PTPN dan Pemerintah Provinsi Sumut guna menginventarisasi proses jual beli tanah di kawasan tersebut.

Persidangan sendiri selalu dipadati pengunjung, mengingat isu ini menyangkut tanah luas sekitar 4.922 hektare di Kecamatan Tanjung Morawa. Menjelang akhir sidang, majelis hakim sempat mengisyaratkan agar para pihak dapat mencari penyelesaian bersama di luar pengadilan.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Redaksi
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru