Kepala Dililit Lakban, Diplomat Muda Ditemukan Tewas: Polisi Telusuri Jejak Digital

Kitakini.news - Kematian seorang diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan (ADP), di sebuah kamar indekos kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (08/07), hingga kini, Selasa (29 Juli 2025) masih terus mengundang perhatian publik dan memicu berbagai spekulasi, mulai dari dugaan bunuh diri hingga kemungkinan keterkaitan dengan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang sebelumnya pernah ditanganinya.
Baca Juga:
ADP ditemukan dalam kondisi mengenaskan, dengan kepala terlilit lakban dan tubuh terbungkus selimut di kamar indekos miliknya di Jalan Gondangdia Kecil Nomor 22. Temuan polisi menyebut tidak terdapat tanda-tanda kekerasan fisik di tubuh korban, dan barang-barang pribadi korban tidak ada yang hilang. Sidik jari yang ditemukan pada lakban pun hanya milik korban sendiri, sehingga memperkuat dugaan bahwa tidak ada orang lain yang berada di kamar tersebut saat kejadian. Polisi juga menemukan sejumlah barang bukti di lokasi kejadian, antara lain kantong plastik, dompet, bantal, sarung, pakaian korban, serta beberapa obat-obatan ringan seperti obat sakit kepala dan obat lambung. Semua barang ini kini tengah dianalisis lebih lanjut oleh tim forensik.
Awal mula kejadian terungkap saat sang istri yang berada di Yogyakarta khawatir karena tidak bisa menghubungi suaminya sejak Senin malam (07/07), lalu meminta penjaga kos untuk memeriksa kamar ADP. Pengecekan pertama dilakukan pada pukul 00.27 WIB dan terekam CCTV. Penjaga kos sempat berdiri di depan kamar sambil menelepon seseorang. Namun karena tidak mendapat respons, pengecekan kedua dilakukan sekitar pukul 05.26 WIB bersama seorang tetangga. Mereka kemudian mencoba mencongkel jendela kamar dan berhasil membuka pintu setelah mendapat izin dari pemilik kos dan istri korban. Begitu masuk, mereka langsung panik dan meminta bantuan. Jenazah ADP kemudian dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk diautopsi dan telah dimakamkan keesokan harinya di TPU Sunthen, Jomblangan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.
Dalam upaya penyelidikan, polisi telah memeriksa dua unit kamera CCTV di sekitar kamar korban. Dari rekaman yang diperoleh, ADP terlihat keluar kamar pada Senin malam pukul 23.24 WIB sambil membawa kantong kresek hitam, lalu kembali masuk beberapa menit kemudian tanpa membawa kantong tersebut. Tak lama setelahnya, ia tak terlihat lagi. Berdasarkan keterangan Kapolsek Menteng Kompol Rezha Rahandhi, komunikasi terakhir ADP berlangsung sekitar pukul 21.00 WIB dengan istrinya, dan hal ini diperkuat oleh kesaksian sang istri.
Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menyatakan bahwa pihaknya telah mengambil alih penanganan kasus tersebut dan menargetkan dalam sepekan akan diperoleh kesimpulan terkait penyebab kematian korban. Bukti-bukti yang sedang dipelajari meliputi hasil autopsi medis dan psikologis, rekaman CCTV, serta perangkat digital seperti ponsel dan laptop milik korban. Menurut Irjen Karyoto, perangkat digital sangat penting karena dapat merekam semua aktivitas dan komunikasi korban sebelum meninggal dunia.
Kasus ini semakin menjadi sorotan setelah diketahui bahwa ADP sempat menjadi saksi dalam sidang perkara TPPO di Jepang. Meski demikian, Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, meminta publik tidak berspekulasi dan menunggu hasil penyelidikan resmi dari kepolisian. Ia menegaskan bahwa ADP adalah sosok diplomat yang profesional dan berdedikasi, yang telah menjalani penugasan di berbagai negara seperti Myanmar, Timor Leste, dan Argentina, serta terakhir menjabat di Direktorat Perlindungan WNI Kemlu.
Menurut Ketua Bidang Pengembangan Keilmuan dan Penelitian Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor-Himpsi), Fathul Lubabin Nuqul, kejanggalan dalam kasus ini terletak pada cara kematian korban yang tidak lazim, yakni kepala dililit lakban namun tidak ditemukan keterlibatan pihak lain di TKP. Fathul menjelaskan bahwa dalam penyelidikan kematian tak wajar, polisi biasanya akan melakukan autopsi psikologi, yaitu analisa terhadap perilaku, kebiasaan, dan kondisi emosional korban sebelum meninggal. Tujuannya untuk mengetahui apakah korban menghadapi tekanan mental, konflik pekerjaan, atau memiliki kebiasaan tertentu yang bisa menjadi petunjuk penting.
Ia juga menambahkan bahwa dalam kasus bunuh diri, biasanya ada pola perilaku tertentu yang bisa ditelusuri seperti menarik diri, menunjukkan gejala depresi, atau mengungkapkan keinginan untuk mengakhiri hidup. Namun dalam kasus ADP, hal ini masih perlu ditelusuri lebih lanjut melalui keterangan keluarga, rekan kerja, serta analisis perangkat digital milik korban. "Kalau benar bunuh diri, maka kita perlu memahami apa tekanan atau motivasi personal yang melatarbelakangi keputusan itu. Tapi kalau ada dugaan keterlibatan pihak lain, maka perlu ditelusuri siapa yang berkonflik dengan korban," jelas Fathul.
Hingga kini, lima saksi telah diperiksa polisi, termasuk istri korban, penjaga kos, tetangga, serta beberapa rekan kerja. Namun polisi belum menetapkan tersangka dan masih terus mengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkap fakta di balik kematian yang masih penuh tanda tanya ini. Kasus ini dipandang penting untuk segera diselesaikan mengingat posisi korban sebagai pejabat negara dan dampaknya terhadap kepercayaan publik. "Satu kematian saja itu sudah terlalu banyak," kata Fathul menegaskan urgensi pengungkapan kasus ini.

Sumut Aman dari 10 Besar Provinsi dengan Angka Kematian Ibu Terbanyak

Gigi Berlubang Bisa Bikin Nyawa Melayang

Sidang Lanjutan Kasus Pabrik Narkoba Rumahan, Ahli: Ekstasi Adalah Tablet Ilegal

Kapolrestabes Medan Musnahkan Sabu 24.095,31 Gram dan Ekstasi 69.426 Butir dari 7 Tersangka

Jalur Kereta Kematian Kanchanaburi: Destinasi Wisata Sejarah dan Keindahan di Thailand
