Kamis, 13 November 2025

Pengacara Bongkar Kejanggalan Saat Polisi Jadi Saksi di Sidang Kasus Perambahan Hutan

Sebut Kesaksian Dua Anggota Polres Tapsel Membingungkan
Efendi Jambak - Minggu, 09 Maret 2025 01:08 WIB
Pengacara Bongkar Kejanggalan Saat Polisi Jadi Saksi di Sidang Kasus Perambahan Hutan
Teks foto : Proses sidang perkara pidana di PN Padangsidimpuan, kasus perambahan hutan. (Efendi Jambak)

Kitakini.news - Kuasa hukum (pengacara) dua orang terdakwa kasus perambahan hutan mencecar dua saksi dari Polres Tapsel dan menemukan kejanggalan, pada sidang di PN Padangsidimpuan, Kamis (6/3/2025).

Baca Juga:

Sidang kasus perambahan hutan berlangsung di PN Padangsidimpuan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rifka Cendela Sihombing menghadirkan saksi Jemmy Juliater Siburian dan Minda Monda, yang keduanya adalah anggota Polres Tapsel.

Sementara dalam sidang itu, pengadilan mengadili terdakwa I berinisial TS dan terdakwa II berinisial RN. Mereka didampingi kuasa hukum (pengacara), Tirta R Bintang MH dan Ramses Kartago SH.

Dalam sidang itu, kedua orang kuasa hukum terdakwa I dan II mencecar saksi yang merupakan anggota Polres Tapsel dengan beberapa pertanyaan. Diantaranya yakni saat penyergapan (oleh saksi), apakah dihadiri oleh anggota atau ahli dari kesatuan pengelolaan hutan (KPH) Sipirok?.

Dari pertanyaan tersebut, dua anggota Polisi ini justru berbeda jawaban. Satu mengatakan tidak, menggunakan seragam. Sedangkan yang lain meyebut anggota KPH berseragam dinas.

Cecaran pertanyaan berikutnya, terkait siapa yang melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan gambar lokasi. Kedua saksi dari kepolisian itu mengaku tidak mengetahui siapa yang mengerjakan hal dimaksud.

Lanjut lagi kepada pertanyaan logika, kuasa hukum menyoal tudingan terkait hutan perawan sebagaimana penjelasan saksi tersebut. Namun kenapa ada jalan menuju ke, dan di dalam lahan terdakwa II. Termasuk ada kolam pengairan di lahan itu.

"Apakah saudara saksi ada mempertanyakan, sejak kapan jalan itu ada? Dan apakah kolam yang ada, alami atau buatan? Dan apakah ada plang pemberitahuan dari instansi pemerintah terkait larangan pemanfaatan hutan tanpa izin?" kata kuasa hukum menceritakan.

Namun kedua saksi anggota kepolisian itu tidak dapat menjelaskan dan tidak mengetahuinya. Keduanya mengaku hanya menjalankan perintah dari pimpinan. Setelah adanya laporan dari masyarakat sekitar tentang penggunaan alat berat di lahan kawasan Desa Siborutoba tersebut.

Hutan Perawan Tapi Ada Warga Setempat

Jawaban itu kemudian oleh kuasa hukum, mereka kembalikan kepada saksi. Bahwa jika ada laporan warga setempat, artinya sudah ada permukiman dan atau ada lahan perkebunan (ladang) penduduk sekitar lokasi. Apakah jika kondisi itu benar, lahan tersebut masuk kategori hutan perawan?.

Jawaban saksi yang anggota Polres Tapsel ini kembali membingungkan menurut kuasa hukum. Pasalnya keduanya mengaku tidak melihat situasi sekitar dan hanya fokus pada alat berat.

"Sangat mengherankan jika para saksi saat ke lokasi tidak melihat-lihat sekeliling sekitar area (TKP) tersebut," pungkas Tirta.

Ada Oknum Lain Saat Penyergapan

Kejanggalan lain justru muncul ketika JPU menanyakan siapa orang yang ada dalam gambar yang ditunjukkan pada sidang itu. Tepatnya posisi orang dimaksud, berada di samping alat berat (excavator).

Dan saksi menyatakan bahwa itu adalah gambar orang berinisial ASN (orang lain), anggota Polres Tapsel. Atau bukan foto dirinya sendiri (saksi). Sehingga kebingungan kembali muncul, ketika dikaitkan dengan penjelasan lain, bahwa saksi sendiri yang mendatangi terdakwa I untuk segera menghentikan operasi alat berat.

Selain itu, kuasa hukum para terdakwa juga mengajukan bukti berupa alas hak sebanyak 22 surat ganti rugi dari atas nama Sahrin Batubara, yang diduga adalah mantan anggota Polres Padanglawas (Palas), dimana suami terdakwa II membeli lahan seluas 180 Hektare tersebut dari Sahrin dengan harga Rp1,8 Miliar.

Keterangan Bukti Ganti Rugi Tidak Masuk BAP

Proses jual beli itu lanjutnya, berlangsung di hadapan seorang berinisial Juragan Harahap, yakni Kepala Desa Sialang, Dusun Siborutoba kala itu.

Kuasa hukum juga mengatakan kepada wartawan, bahwa tanah itu adalah milik terdakwa II, peninggalan dari almarhum suaminya. Alas haknya, surat segel/tanah adat/ganti rugi. Dan jika lahan dimaksud adalah hutan produktif, maka harusnya kepolisian bahkan KPK dan Kejaksaan Agung mengusut dan menyelidiki hingga menyidik Sahrin Batubara selaku penjual dan Juragan Harahap selaku kepala desa saat itu.

"Kenapa hutan produktif bisa diperjual belikan?. Berarti ini merupakan suatu tindak pidana korupsi. Jangan klien kami yang dikorbankan. Padahal klien kami adalah pembeli yang beritikad baik yang membeli areal tersebut dengan harga Rp1,8 Miliar" ungkap kuasa hukum terdakwa yang juga menyebutkan sudah menyurati Kapolri, KPK dan Jaksa Agung.

Termasuk juga lanjutnya, mereka menyurati Kadiv Propam Mabes Polri agar segera memeriksa anggota Polres Tapsel berinisial IP dan AEP, terkait dugaan suap ratusan juta rupiah untuk tutup perkara.

Sebelumnya, perkara ini bermula pada 21 Oktober 2024, dimana anggota Polres Tapsel menangkap TS (terdakwa I) di lahan milik terdakwa II RN, karena dituduh merambah hutan. Kepemilikan itu diklaim dengan surat ganti rugi kepada pemilik sebelumnya atas nama Sahrin Batubara.

Para Pihak Tidak Dimintai Klarifikasi dan Dipanggil

Tirta, kuasa hukum terdakwa juga mengungkap beberapa kejanggalan lainnya. Seperti penahanan terdakwa I dari 21-25 Oktober 2024. Dan pada 23 Oktober 2024, terdakwa II tiba dari Jakarta dan ingin melihat terdakwa I di tahanan.

Saat itu juga, terdakwa II di buat berita acara pemeriksaan (BAP) dan dimintai bukti-bukti kepemilikan lahan atas nama almarhum suaminya. Namun di dalam BAP, penyidik tidak menyertakan keterangan terdakwa II.

Hal lain, laporan polisi bahwa pada 23 Oktober 2024 ada pemeriksaan. Namun penahanan terdakwa I sudah sejak 21 Oktober 2024, dimana baik TN maupun RN (perempuan), ditetapkan sebagai tersangka pada 24 Oktober 2024, yang dinilai terlalu cepat menetapkan status hukum

Pasalnya, berdasarkan keterangan dan bukti dari RN, bahwa ada dugaan keterlibatan Sahrin Batubara sebagai penjual dan Juragan Harahap selaku kepala desa pada saat ganti rugi dari almarhum suami RN. Namun diduga tidak ada proses klarifikasi atau memanggil para pihak tersebut oleh kepolisian.

Karena itu kuasa hukum kedua terdakwa menilai bahwa penyelidikan dan penyidikan atas perkara ini belum sempurna.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Redaksi
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Lanjutan Sidang Kasus Tudingan Perambahan Hutan di Paluta, Saksi Bongkar Sejarah

Lanjutan Sidang Kasus Tudingan Perambahan Hutan di Paluta, Saksi Bongkar Sejarah

Banjir Bandang Kota Tua, Pemimpin Negeri Harus Bertindak Atas Kerusakan Alam di Tabagsel

Banjir Bandang Kota Tua, Pemimpin Negeri Harus Bertindak Atas Kerusakan Alam di Tabagsel

Ratusan Kubik Kayu Gelondongan Timbun Lokasi Banjir Bandang di Tapsel

Ratusan Kubik Kayu Gelondongan Timbun Lokasi Banjir Bandang di Tapsel

Dewas Tirtanadi: Longsor di Sibolangit Akibat Perambahan Hutan

Dewas Tirtanadi: Longsor di Sibolangit Akibat Perambahan Hutan

Lima Saksi di Sidang Dugaan Pencemaran Nama Baik Oknum Jaksa

Lima Saksi di Sidang Dugaan Pencemaran Nama Baik Oknum Jaksa

Kajari Padangsidimpuan Kalah Praperadilan, Hakim Kabulkan Permohonan Mustapa

Kajari Padangsidimpuan Kalah Praperadilan, Hakim Kabulkan Permohonan Mustapa

Komentar
Berita Terbaru