Dugaan Kejahatan Ketenagakerjaan, Kuasa Hukum Drg EAP Adukan RS Elisabeth ke Poldasu

Kitakini.news - Tim kuasa hukum Drg. EAP, akhirnya menempuh jalur hukum atas tidak ditanggapinya somasi tuntutan pencairan uang pesangon sebesar Rp92.345.414 yang dilayangkan ke Rumah Sakit (RS) Santa Elisabeth Medan pada 15 agustus 2024 lalu.
Baca Juga:
Menindaklanjuti hal tersebut, Esron J. Silaban, SH, MH selaku
tim kuasa hukum Drg. EAP menyampaikan bahwa pihaknya telah membuat pengaduan
terkait RS Elisabeth Medan ke Polda Sumut atas dugaan Tindak Pidana Kejahatan
Ketenagakerjaan, Selasa (27/8/2024).
"Sehubungan dengan hal itu kami selaku Kuasa Hukum Drg.
EAP perlu melaporkan beberapa hal terkait dugaan tindak pidana kejahatan
ketenagakerjaan yang dilakukan oleh RS Elisabeth Medan," sebutnya kepada
wartawan di Medan, Rabu (27/8/2024).
Esron mengatakan, laporan pengaduan tersebut disampaikan ke Polda Sumut setelah somasi tuntutan pencairan uang pesangon sebesar Rp92.345.414 yang dilayangkan ke pihak RS Elisabeth tidak ditanggapi.
"Pengaduan itu kita buat sebagai tindak lanjut
atas tidak adanya itikad baik dari pihak RS Elisabeth Medan untuk menyelesaikan
hak-hak klien kami," imbuhnya.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, tim kuasa hukum Drg. EAP
melayangkan somasi berisi tuntutan pencairan uang pesangon sebesar Rp92.345.414,-
yang menurut tim hukum adalah hak klien mereka. Somasi tersebut dikirimkan
setelah upaya penyelesaian perselisihan melalui negosiasi bipartit dan
tripartit tidak mencapai kesepakatan.
"Dalam somasi tersebut, kami meminta agar rumah sakit segera
mencairkan pesangon klien kami secara tunai dan sekaligus. Jika dalam waktu
4x24 jam somasi ini tidak ditanggapi, kami akan menempuh jalur hukum, baik
pidana maupun perdata," tegas Esron J. Silaban beberapa waktu lalu.
Selain itu dijelaskannya, somasi tersebut juga mengungkap
dugaan manipulasi data terkait pelaporan penerimaan upah klien mereka di BPJS
Ketenagakerjaan, di mana upah yang dilaporkan berbeda dengan jumlah yang
sebenarnya diterima oleh klien mereka.
Sebelumnya dirinya menegaskan apabila tuntutan tersebut tidak
dipenuhi, pihaknya menyatakan akan mengajukan pengaduan resmi ke Polda Sumut
terkait dugaan tindak pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Esron menjelaskan, Drg. EAP telah bekerja di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan sejak 15 Oktober 2008 berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dengan masa kerja satu tahun. Setelah perjanjian tersebut berakhir, ia tetap melanjutkan pekerjaannya tanpa ada perjanjian baru, menerima upah bulanan sebesar Rp2.879.000,- ditambah 40 persen dari tarif tindakan medis yang dilakukannya.
Menurut kuasa hukumnya, kondisi ini secara otomatis
menjadikan hubungan kerja tersebut berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu (PKWTT) atau pekerja tetap.
Masalah mulai muncul pada Agustus 2022 ketika STR (Surat
Tanda Registrasi) dan SIP (Surat Izin Praktek) Drg. EAP habis masa berlakunya.
Akibatnya, ia mengajukan permohonan cuti untuk mengurus perpanjangan dokumen
tersebut.
Selama masa cuti, tepatnya sejak November 2022, ia tidak lagi
menerima gaji dari pihak rumah sakit. Pada Desember 2023, setelah menyelesaikan
pengurusan perpanjangan STR dan SIP, ia kembali bekerja.
Namun, beberapa hari setelah mulai bekerja, ia menerima surat dari rumah sakit yang menyatakan bahwa honornya akan berubah menjadi Rp100.000,- per hari dengan jadwal kerja dua hari dalam seminggu.
"Perubahan ini sangat tidak sesuai dengan
perjanjian kerja yang telah disepakati sebelumnya, sehingga Drg. EAP merasa
keberatan," terang Esron.
Menghadapi situasi ini, Drg. EAP melalui kuasa hukumnya,
mengajukan permohonan untuk menyelesaikan perselisihan secara bipartit. Pihak
rumah sakit menawarkan pesangon dengan dasar perhitungan upah bulanan tetap
sebesar Rp2.879.000,- dikalikan masa kerja.
Namun, karena upah ini berada di bawah UMK Kota Medan sebesar
Rp3.769.082,-, tawaran pesangon disesuaikan dengan nilai UMR tersebut. Tawaran
ini ditolak oleh Drg. EAP karena tidak memasukkan komponen tambahan dari hasil
tindakan medis yang sebelumnya diterimanya.
Setelah proses bipartit gagal, kasus ini dilanjutkan ke tahap
tripartit yang difasilitasi oleh Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan. Namun,
setelah beberapa kali mediasi, perselisihan tersebut tetap tidak menemui titik
temu.
Pada 12 Agustus 2024, mediator dari Dinas Ketenagakerjaan
mengeluarkan surat anjuran yang menganjurkan agar pihak Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan membayar pesangon sebesar Rp92.345.414,- kepada Drg. EAP.
Meskipun nilai pesangon yang dianjurkan oleh mediator tidak
sesuai dengan tuntutan awal, Drg. EAP melalui kuasa hukumnya menyatakan siap
menerima anjuran tersebut demi menyelesaikan konflik.
"Namun demikian dalam hal ini pihak rumah sakit tidak
bersedia memenuhinya, sehingga atas hal tersebut kami berpendapat bahwa pihak
rumah sakit yang selama ini dikenal sebagai rumah sakit yang berbasis keagamaan
sama sekali tidak memiliki empati dan kasih kepada klien kami yang telah
bekerja selama 14 tahun," ungkapnya.
Sementara itu, terkait surat somasi yang dikirimkan kepada
Direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan menegaskan bahwa jika somasi ini
tidak ditanggapi dalam waktu 4x24 jam, kuasa hukum akan melanjutkan masalah ini
ke jalur hukum, baik pidana maupun perdata.
"Kami juga mengingatkan bahwa pihak Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan bisa menghadapi konsekuensi hukum lebih lanjut. Dalam Pasal 185 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran upah minimum, dengan ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun serta denda hingga Rp400 juta," bebernya.
Sementara itu, Direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan mengatakan dr. Eddy Jefferson Ritonga ketika dikonfirmasi mengaku tidak
mengetahui secara detail persoalan tersebut.
"Coba nanti saya tanyakan dengan pengacara kami, setahu saya prosesnya sudah ke
disnaker," ujarnya.
Secara terpisah, kuasa hukum Rumah Sakit Elisabeth Medan
Betman Sitorus mengaku pihaknya akan mengajukan gugatan ke PHI pada Pengadilan
Negeri (PN) Medan.
"Kemarin sudah ada anjuran dari Disnaker Medan, tapi kami menolak, oleh karena itu kami akan mengajukan gugatan ke PHI ke Pengadilan Negeri Medan," sebut Betman Sitorus. (**)

Istri Anggota Brimob Laporkan Orangtua Casis Polri ke Polda Sumut

Diduga Polemik 4 Pulau, Relawan Bobby Laporkan Pria Logat Aceh Video Hina Istri Mertuanya

Anggota Majelis Cuti, Sidang Vonis Empat Kurir 40 Kg Sabu Ditunda

Modus Bimbel Jalur Khusus, Polda Sumut Gerebek Penipuan Casis Polri Rugikan Korban Rp1,43 Miliar

"Purnawirawan Polri Terlibat Penipuan Penerimaan Bintara, Korban Rugi hingga Ratusan Juta"
