Penghujung 2022, Emas Masih Bersinar, Pasar Keuangan Goyah

Kitakini.news - Sepekan jelang tutup tahun, mata uang rupiah sempat melemah hingga menyentuh 15.750 per US Dolar. Sebelum akhirnya rupiah berbalik kinerjanya, dan diperdagangkan di kisaran 15.560 per US Dolar pada perdagangan jumat ini. Jika membandingkan kinerjanya di awal tahun, tentunya mata uang rupiah jelas mengalami pelemahan, dari kisaran posisi 14.200 per US Dolar.

Baca Juga:

• Pengusaha Muda Sumut : Promosi Digital Bobby Nasution Bisa Jadikan Sumut Magnet Wisata Kuliner Asia
• Herna Pardede, Dulu Geluti Dunia Sepak Bola, Kini Taklukkan Bisnis Dekorasi di Medan
• Shanty Denny Bangga Punya Suami Tak Rewel

"Selama tahun 2022 mata uang rupiah melemah 9% lebih terhadap US Dolar. Salah satu yang membuat Rupiah harus melemah terhadap US Dolar adalah kenaikan bunga acuan di AS yang membuat banyak Bank Sentral di Negara lain turut mengambil kebijakan menaikkan besaran bunga acuannya. Tanpa terkecuali yang dilakukan oleh Bank Indonesia," ujar ekonom Sumut Gunawan Benjamin, Minggu (1/1/2023).

Kata dia, selama tahun 2022, posisi rupiah yang paling lemah nyaris mendekati 15.800 per US Dolar atau dikisaran 15.780-an per US Dolarnya. Dan di tahun 2023 mendatang, Bank Sentral AS diproyeksikan masih akan menaikkan bunga acuannya. Jika melihat dampak dari potensi kenaikan bunga acuan The FED tersebut, Rupiah masih akan mampu berada bergerak dalam rentang 15.500 hingga 15.800, atau setidaknya masih dibawah level 16.000.

"Yang suit diproyeksikan kedepan adalah tren laju tekanan inflasi yang bisa saja menggerus kinerja Rupiah. Dan inflasi di tahun 2023 ini akan banyak dipengaruhi oleh variabel yang sulit diproyeksikan. Dimana inflasi yang tercipta banyak dipengaruhi oleh perkembangan geopolitik di Negara lain, dan justru dibayangi dengan resesi yang membuat sekecil apapun inflasi naik akan menimbulkan masalah yang lebih besar," ungkapnya.

Sementara itu, untuk kinerja IHSG di penghujung tahun ditutup melemah dibandingkan dengan perdagangan sehari sebelumnya. IHSG ditutup di level 6.850,62 setelah selama sepekan terakhir bergerak volatile. Jika ditarik kinerja IHSG dalam satu tahun terakhir, maka IHSG di tahun 2022 ini hanya menguat sekitar 2.7% secara poin to poin.

Kinerja IHSG masih mampu kalah dengan tingkat bunga deposito perbankan, apalagi jika mengacu kepada besaran BI Rate yang sudah di level 5.5%. Bahkan kinerja IHSG di tahun ini dinilai berkinerja buruk karena kalah dibandingkan dengan laju tekanan inflasi yang juga akan berkahir di angka 5%-an di penghujung  tahun. Nah di tahun 2023, dampak kenaikan bunga acuan akan membuat biaya modal perusahaan atau emiten menjadi lebih mahal.

Ditambah dengan resesi yang akan melanda banyak Negara, tentunya pasar saham global berpeluang mengalami tekanan. Sehingga kinerja IHSG maupun pasar saham pada umumnya berpeluang berkinerja buruk di tahun 2023 ini. Jadi pelaku pasar akan sangat berhati hati berinvestasi di tahun 2023.

Berbeda dengan harga emas, tambahnya, di tahun 2023 saat tensi geopolitik meningkat dan tren kenaikan bunga acuan Bank Sentral AS terhenti. Maka emas masih cukup menjanjikan di tahun 2023 ini. Emas berpeluang untuk menguat dan mengukir harga tertinggi yang pernah dicapai di tahun 2022 di kisaran $2.000 per ons troynya. Dan di penghujung tahun ini emas di transaksikan di level $1.816 per ons troynya.

Redaksi