IESR Soroti Potensi Kerugian Ekonomi Akibat Penghentian Insentif Mobil Listrik
Kitakini.news - Di tengah gelombang transformasi energi global, Indonesia berdiri di persimpang jalan untuk menjadi pemain utama di industri kendaraan listrik (EV) Asia. Namun, keputusan pemerintah untuk tidak memperpanjang insentif mobil listrik pada 2026 memicu perdebatan sengit, dengan risiko menghambat momentum yang telah dibangun.
Baca Juga:
Institute for Essential Services Reform (IESR) menyoroti potensi kerugian ekonomi dan lingkungan, sambil mendorong langkah-langkah strategis untuk menjaga daya saing nasional.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa insentif mobil listrik, termasuk pembebasan bea masuk impor kendaraan listrik utuh (CBU) dari 50 persen menjadi nol persen, tidak akan diperpanjang. Anggaran tersebut direncanakan dialihkan untuk mendukung program mobil nasional.
Keputusan ini, menurut IESR, bisa memicu kenaikan harga EV akibat hilangnya potongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen dan insentif impor, yang pada gilirannya menekan penjualan dan menghambat perkembangan ekosistem pendukung seperti baterai dan komponen.
Data IESR menunjukkan bahwa hingga Oktober 2024, penjualan mobil listrik mencapai rekor 68.827 unit, didominasi oleh model yang mendapat insentif. Sebaliknya, penghentian insentif sepeda motor listrik pada 2025 menyebabkan penjualan anjlok hingga 80 persen pada kuartal pertama.
"Ini bukan sekadar angka, tapi sinyal bagi investor," kata Chief Executive Officer IESR, Fabby Tumiwa, dalam keterangannya, Jumat (19/12/2025).
"Indonesia memiliki potensi ekonomi hingga Rp544 triliun per tahun dari industri baterai terintegrasi hingga 2060, tapi tanpa insentif, kita bisa kehilangan momentum," imbuhnya.
Fabby menekankan bahwa elektrifikasi kendaraan bukan hanya soal bisnis, tapi juga mendukung visi Presiden Prabowo Subianto untuk kemandirian energi. Analisis IESR mengungkapkan, satu mobil listrik yang menempuh 20.000 km per tahun bisa mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) hingga 1.320 liter dan menghemat biaya Rp6,89 juta.
Dengan 140.000 unit EV di jalan hingga Oktober 2024, potensi penghematan mencapai 185.000 kiloliter BBM dan Rp315 miliar, sekaligus menurunkan emisi karbon.
"Elektrifikasi kendaraan adalah tulang punggung penurunan emisi di sektor transportasi, berkontribusi 45-50 persen dari total pengurangan," jelas Fabby. "Dengan strategi Avoid-Shift-Improve, penurunan emisi bisa mencapai 76 persen jangka panjang dan 18 persen pada 2030." Namun, dia memperingatkan bahwa rasionalisasi subsidi BBM yang masih tinggi melemahkan daya saing EV.
Meski ada delapan pabrikan EV yang beroperasi di Indonesia, jumlah ini belum cukup untuk persaingan sehat. Pemerintah menargetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 60 persen pada 2027 dan 80 persen pada 2030, yang membutuhkan lebih banyak manufaktur.
Koordinator Riset Manajemen Permintaan Energi IESR, Faris Adnan Padhilah, menambahkan bahwa minat perbankan untuk membiayai EV meningkat, tapi perlu didukung kebijakan seperti mandat EV, pajak karbon pada BBM, dan insentif non-fiskal seperti bebas ganjil-genap.
IESR mendorong pemerintah mengkaji ulang rencana penghentian insentif, terutama karena beberapa produsen masih membangun pabrik dan perlu menarik investasi dari brand global agar tidak beralih ke negara tetangga.
Rekomendasi jangka pendek meliputi: (1) perpanjangan insentif satu tahun untuk menyelesaikan produksi; (2) percepatan peremajaan kendaraan dengan batas usia; (3) insentif khusus untuk EV roda dua; dan (4) promosi investasi untuk menarik lebih banyak pabrikan.
Dengan pendekatan yang konsisten, Indonesia bisa mengubah tantangan ini menjadi peluang emas. "Ini bukan tentang melawan perubahan, tapi memimpinnya," tutup Fabby.
IESR Dorong RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan untuk Transisi Energi Indonesia
100 Hari Prabowo-Gibran, Berikut Harapan dan Tantangan dalam Transisi Energi dari IESR
IESR Desak Pemerintah Tingkatkan Aksi Nyata Capai Target Nol Emisi
IETD 2024 Bahas Jalan untuk Masa Depan yang Berkeadilan Transisi Energi
Daihatsu Belum Luncurkan EV, Alex : Kami Belum Pasarkan, Bukan Berarti Tidak Siap