Kamis, 31 Juli 2025

Pakar Peringatkan: Indonesia Bisa Terseret Konflik Thailand–Kamboja

M Harizal - Minggu, 27 Juli 2025 07:11 WIB
Pakar Peringatkan: Indonesia Bisa Terseret Konflik Thailand–Kamboja
Pakar hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran dan President University, Teuku Rezasyah. (Foto : Int)

Kitakini.news - Ketegangan yang kembali membara di perbatasan Thailand dan Kamboja bukan hanya mengancam stabilitas dua negara bertetangga itu, tetapi juga membuka risiko lebih luas terhadap kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pakar hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran dan President University, Teuku Rezasyah, mengingatkan bahwa posisi Indonesiatidak sepenuhnya aman dari dampak konflik yang kembali meletus sejak akhir Mei 2025 tersebut.

Baca Juga:

Menurut Teuku, hubungan historis antara militer Indonesia dan Kamboja, khususnya keterlibatan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dalam pelatihan pasukan elite Kamboja pada masa lalu, bisa menjadi titik rawan. Ia menuturkan bahwa banyak pasukan khusus Kamboja menggunakan kosakata dan doktrin yang diadaptasi dari militer Indonesia, sehingga secara simbolik menimbulkan persepsi kedekatan yang berpotensi menimbulkan salah tafsir dari pihak lain, khususnya Thailand.

"Pasukan khusus Kamboja banyak dilatih oleh Kopassus. Bahkan mereka masih menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Indonesia dalam manual atau pedoman kerja mereka. Ini menciptakan persepsi yang bisa berbahaya bagi posisi Indonesia," ujar Teuku saat dihubungi Tempo, Jumat, 25 Juli 2025.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa posisi Indonesia akan sangat sensitif jika pengawasan maritim nasional lemah, khususnya di jalur-jalur strategis seperti Selat Malaka dan Laut Natuna. Menurutnya, ada kemungkinan jalur laut Indonesia dimanfaatkan untuk lalu lintas logistik, termasuk senjata, oleh pihak yang terlibat konflik. Dalam situasi seperti itu, kelengahan Indonesia bisa ditafsirkan sebagai pembiaran atau bahkan keterlibatan tidak langsung.

"Kalau kita tidak mampu menguasai selat-selat kita sendiri, kita bisa dianggap membiarkan konflik ini berjalan, atau seolah-olah mendukung salah satu pihak," katanya mengingatkan.

Konflik antara Thailand dan Kamboja sendiri berakar dari sengketa panjang terkait batas wilayah, khususnya di sekitar kompleks suci Kuil Preah Vihear. Perselisihan ini bermula sejak 1907, saat Kamboja masih berada di bawah kekuasaan kolonial Prancis. Peta perbatasan warisan kolonial menjadi sumber ketidakjelasan batas yang memicu klaim tumpang tindih hingga kini. Meski Mahkamah Internasional (ICJ) pada 1962 menyatakan bahwa kuil tersebut adalah bagian dari wilayah Kamboja, Thailand tetap mengklaim sebagian area di sekitarnya sebagai milik mereka.

Konflik kembali memanas pada 28 Mei 2025, ketika terjadi baku tembak antara pasukan Thailand dan Kamboja di wilayah perbatasan Preah Vihear dan Ubon Ratchathani, yang menewaskan seorang prajurit Kamboja. Kedua pihak saling menuduh telah memulai serangan. Meski kemudian disepakati dialog lanjutan yang dijadwalkan pada 14 Juni, Kamboja menyatakan kesiapan membawa sengketa ke Mahkamah Internasional jika jalur diplomasi gagal.

Teuku menilai, dalam situasi seperti ini, Indonesia tidak bisa sekadar menjadi penonton. Sebagai negara terbesar di ASEAN dari segi wilayah, populasi, dan kekuatan ekonomi, Indonesia memiliki tanggung jawab moral dan strategis untuk ikut mendorong penyelesaian damai. Ia menyarankan agar Indonesia bersikap lebih proaktif daripada sekadar menyatakan keprihatinan.

"Indonesia adalah negara terbesar di ASEAN, dari luas wilayah, jumlah penduduk, kekuatan militer dan ekonomi. Kita harus tampil lebih kuat, lebih tegas daripada Malaysia, Singapura, atau negara ASEAN lainnya," ujarnya.

Ia juga mendorong agar Presiden Prabowo mengikuti langkah Presiden Jokowi saat menghadapi krisis Myanmar pada 2021 lalu. Saat itu, Indonesia mengambil inisiatif dengan menggerakkan pertemuan darurat Menteri Luar Negeri ASEAN, dan mendorong masuknya isu Myanmar ke dalam agenda utama KTT ASEAN.

"Presiden Prabowo bisa menginstruksikan agar Kemlu segera mengadakan pertemuan darurat para Menlu ASEAN. Bahkan kalau bisa, dilakukan pertemuan tingkat kepala negara sebelum KTT dimulai. Kalau KTT dimulai tanggal 7, maka tanggal 5 atau 6 adakan pertemuan darurat dulu," usul Teuku.

Dengan begitu, menurutnya, ASEAN tidak akan terlihat lamban dalam merespons konflik regional, dan Indonesia dapat menunjukkan kepemimpinannya di tengah krisis yang berpotensi mengguncang stabilitas kawasan.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Redaksi
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Timnas U-17 Tantang Afrika Selatan dan Tajikistan di Piala Kemerdekaan 2025 di Stadion Utama Sumut

Timnas U-17 Tantang Afrika Selatan dan Tajikistan di Piala Kemerdekaan 2025 di Stadion Utama Sumut

OJK Sambut Baik Peringkat Kredit Sovereign Indonesia

OJK Sambut Baik Peringkat Kredit Sovereign Indonesia

Gempa Rusia Picu Tsunami, Warga Indonesia Mengungsi ke Gunung

Gempa Rusia Picu Tsunami, Warga Indonesia Mengungsi ke Gunung

Rusia Diguncang Gempa, Potensi Tsunami Sampai Indonesia

Rusia Diguncang Gempa, Potensi Tsunami Sampai Indonesia

Vietnam U-23 Juara AFF U-23 2025: Efektivitas Mengalahkan Dominasi

Vietnam U-23 Juara AFF U-23 2025: Efektivitas Mengalahkan Dominasi

Benteng Vietnam Kokoh, Asa Indonesia Terkubur di Final AFF U-23

Benteng Vietnam Kokoh, Asa Indonesia Terkubur di Final AFF U-23

Komentar
Berita Terbaru