Mendes Alokasikan 20 Persen Dana Desa Untuk Ketahanan Pangan, Ahmad Hadian: Swasembada Pangan Harus Bisa Diwujudkan
Kitakini.news -Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRD Sumut), H Ahmad Hadian S.PdI, MAP menyambut baik rancangan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto tentang pemanfaatan Dana Desa untuk ketahanan pangan sebesar 20 persen dari total pagu.
Baca Juga:
Sebab, selama ini ketahanan pangan telah menjadi persoalan
mendasar yang belum terselesaikan dengan baik. Padahal, Indonesia merupakan
negara agraris yang luas dan memiliki potensi agraris yang sangat besar.
"Sebagai Wakil Rakyat yang selama 5 tahun fokus pada bidang
pertanian, saya sangat menyambut baik rancangan Mendes Yandri Susanto itu. Kita
harus jujur bahwa selama ini pengelolaan lahan pertaninan untuk ketahanan
pangan masih belum dikola maksimal dan pemerintah daerah khususnya di Sumut
juga mengalami kendala dengan pengalokasian anggaran untuk pertanian," ujar Ahmad
Hadian kepada wartawan melalui sambungan seluler dari Medan, Rabu (30/10/2024).
Hal ini disampaikan Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
ini, merespon langkah Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri
Susanto yang akan merancang pemanfaatan dana desa untuk ketahanan pangan
sebesar 20 persen dari total pagu. Hal ini sebagaimana tertuang pada Peraturan
Menteri Desa Tahun 2023 No 13 tentang Petunjuk Operasional atas Fokus Dana Desa
2024.
"Program
pembangunan desa harus kita fokuskan pada penciptaan ketahanan pangan nasional.
Indonesia harus bisa swasembada pangan dengan memanfaatkan sumber daya alam
yang ada, juga sumber daya manusia yang terus kita tingkatkan
kualitasnya," ujar Yandri saat rapat dengan Menteri Koordinator Bidang
Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan di Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Menanggapi hal itu, Ahmad Hadian menegaskan bahwa rencana
alokasi 20 persen Dana Desa oleh Yandri Susanto itu merupakan langkah
responsive dari pidato pertama Presiden Prabowo Subianto saat pelantikan beliau
didepan DPR/MPR dan tamu negara.
Dalam pidatonya, lanjut Ahmad Hadian, Prabowo terlihat
sigap, tegas dan benar-benar memahami permasalahan yang mendasar di Tanah Air
dan penyelesaiannya harus menjadi prioritas.
"Saya berasumsi bahwa apa yang disampaikan Pak Prabowo, salah
satunya adalah ketidakberdaulatan pangan, yang secara prinsip komunikasi,
statemen Pak Prabowo adalah kebijakan yang tidak main-main dan penyelesaiannya
harus menjadi prioritas. Dan semoga Pak Prabowo punya satu fokus perhatian yang
serius terhadap kedaulatan pangan dan memang benar-benar menindaklanjuti arahannya
sendiri yang sifatnya masih gamblang itu, yakni tentang swasembada pangan
dengan program yang realistis," cetus Ahmad Hadian yang juga sebagai seorang
pengamat kebijakan publik.
Ahmad Hadian juga menilai bahwa Dana Desa sebesar Rp1 Miliar
yang digelontorkan kepada Pemerintahan Desa sejak tahun 2015 lalu, memang harus
digunakan untuk mendukung kedaulatan pangan. Sebab, swasembada pangan yang
dicanangkan Presiden Prabowo Subianto harus bisa terealisasi.
Maka dari itu, sambung Ahmad Hadian, diharapkan kepada seluruh menteri yang tergabung dalam Kabinet Merah Putih, harus benar-benar dapat menerjemahkan apa yang diinginkan Presiden Prabowo.
"Setiap menteri yang berkaitan dengan persoalan ketahanan pangan, seperti Menteri Pertanian, Menteri Desa, Infrastruktur, Pangan dan lainnya itu harus bekerja sungguh-sungguh dan harus saling menjalin hubungan kerjasama lintas sektoral yang dinamis. Kalau berjalan sendiri-sendiri, cita-cita Indonesia sebagai negara swasembada pangan, tidak akan tercapai," tandasnya.
"Contohnya di salah satu kabupaten yang ada di daerah pemilihan (Dapil) yang saya selalu kunjungi. Kepala Dinas Pertaniannya hanya menganggarkan Rp2,5 Miliar untuk kegiatan per tahun. Sementara daerah tersebut merupakan salah satu Lumbung Pangan di Sumatera Utara. Inikan miris," beber Ahmad Hadian yang juga seorang praktisi pendidikan.
Kedepan bila rancangan Yandri Susanto itu benar-benar bisa direalisasikan, sambung Ahmad Hadian, yakni mengalokasikan 20 persen Dana Desa untuk ketahanan pangan, maka pemerintah daerah benar-benar bisa terbantu untuk meningkatkan program ketahanan pangan seperti yang diharapakn masyarakat Indonesia.
"Katakanlah dalam 1 kabupaten itu ada 150 Desa, kemudian dikali Rp1 Miliar, berarti sudah Rp150 Miliar. Nah bila 150 Desa ini dialokasikan untuk ketahanan pangan, berarti sudah Rp30 Miliar untuk ketahanan pangan. Ini kan cukup untuk meningkatkan produksi pertanian di satu kabupaten yang disertai dengan teknis seperti pengadaan irigasi tersier, membangun jalan usaha tani yang bertujuan untuk memudahkan para petani turun ke lapangan. Kemudian pembuatan pupuk sehingga para petani tidak lagi bergantung pada pupuk bersubsidi saja dan bahkan secara perlahan bisa meninggalkan pupuk kimia. Ini bisa dilakukan dengan dana itu," papar Ahmad Hadian yang saat ini duduk di Komisi C DPRD Sumut.
Namun demikian, masih kata Ahmad Hadian, pengalokasiannya juga harus ada arahan dari Pemerintah Pusat serta pengawasan yang ketat dalam pelaksanaannya agar tepat sasaran dan tidak terjadi praktik-praktik korupsi.
Lebih lanjut Ahmad Hadian menjelaskan, Indonesia pernah menjadi negara swasembada pangan seperti pada zaman Orde Baru yakni Presiden Suharto. Pada kepemimpinanya, Suharto mengeluarkan Inpres untuk masalah ketahanan pangan, kemudian ada program Kelompancapir, Intensifikasi Khusus dan lainnya.
Program yang dibuat dan dijalankan Suharto ini telah menjadikan Indonesia pada waktu itu menjadi negara yang swasembada pangan. Begitu juga di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Nah program-program Presiden pendahulu kita ini tentunya harus bisa ditiru, dibuka lagi lembarannya, seperti apa Success Story-nya. Saya yakin Pak Prabowo seorang negarawan yang tidak egositis yang harus membuang program para pendahulunya dan menciptakan program baru. Tidak harus seperti itu, kalau yang baik dimasa para pendahulunya, kenapa tidak dilanjutkan mungkin dengan istilah berbeda atau ada penyesuaian, Monggo. Artinya harus belajar dari kesuksesan pendahulu," terangnya.
Untuk itu, Ahmad Hadian meminta Pemerintah Pusat harus benar-benar serius dan turun ke lapangan demi meningkatkan ketahanan pangan nasional sehingga menjadi negara yang berswasembada pangan.
"Jangan hanya slogan saja. Karena terkait pengalokasian dana desa sebesar 20 persen untuk ketahanan pangan, harus ada Juklak, Juknis yang jelas dari Pemerintah Pusat, ada instruksi yang dikawal sehingga bisa berjalan efektif. Selain itu, kepala daerah juga tak bisa main-main dengan hal ini. Sebab, penggunaan Dana Desa selama ini sangat rentan dengan dugaan permainan di daerah. Sehingga dana Rp1 Miliar tidak optimal digunakan, khususnya kepada hal-hal yang sifatnya prioritas," papar Hadian.
Ahmad Hadian juga meminta Pemerintah Pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga desa, agar dalam pengelolaan uang negara harus dengan kebijakan yang sifatnya prioritas agar uang rakyat tersebut tidak terbuang sia-sia dan program kerja yang dihasilkan juga tidak dapat dirasakan dan dinikmati masyarakat.
"Misalnya ingin menjalankan program industri, haruslah tepat sasaran. Namun harus diingat negara kita ini dasarnya adalah agraris yang memiliki lahan sangat luas untuk pertanian. Kan bisa difokuskan menjadi industri berbasis agraris dan pertanian. Sehingga nyambung dan tepat sasaran. Buat apa memikirkan dan membuat industri yang lain diluar kebutuhan mendasar, sementara pertanian diabaikan. Inikan berat," tukasnya.
Selain itu juga harus diingatkan, terang Ahmad Hadian, persentase terbesar penduduk Indonesia adalah bekerja sebagai petani. Sehingga tidak ada salahnya pemerintah memiliki program prioritas dan kebijakan yang linier serta komprehensif yang berkaitan dengan potensi dasar negara Indonesia yakni pertanian.
Impor Beras
Berkaitan dengan adanya opsi Pemerintah Pusat yang akan melakukan impor beras 1 juta Ton pada awal Tahun 2025 mendatang, Ahmad Hadian berharap hal itu tidak terjadi.
"Harapan saya, kalau kita sungguh-sungguh melakukan perbaikan dari sekarang, pada akhir tahun nanti kalaupun ada kekurangan stok beras, tidak terlalu besar. Dan impornya tidak sebesar itu. Kalau faktanya terjadi krisis pangan didalam negeri, ya tidak ada pilihan kecuali kita impor," imbuhnya.
Ahmad Hadian juga menyarankan agar impor beras ini harus jadi alternatif terakhir dan jangan dijadikan sebagai pekerjaan rutin.
"Sedikit-sedikit impor, buat apa. Itu namanya pemerintah tak becus. Sementara potensi dalam negeri masih sangat luar biasa. Ingat saja kita ada sejarah, pernah swasembada pangan, artinya bukan mustahil melakukan itu dan bukan impor solusinya melainkan bagaimana memberdayakan potensi pertanian yang ada di dalam negeri," pungkasnya.
Seperti diketahui, Produksi beras dalam
negeri pada akhir 2024 dan awal 2025 diperkirakan menurun. Untuk menjaga
ketahanan pangan sampai awal tahun 2025, pemerintah membuka opsi impor beras 1
juta Ton.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyebut memang ada opsi impor 1 juta Ton Beras untuk cadangan pangan pemerintah. Namun, langkah itu diakui akan tidak mudah dilakukan. (**)