Gunawan Benjamin : Ekonomi Indonesia Hadapi Tantangan di Usia 80 Tahun Kemerdekaan RI

Kitakini.news - Merayakan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, ekonomi tanah air masih menghadapi sejumlah tantangan dalam pembangunan yang tidak mudah.
Baca Juga:
Menurut ekonom Sumatera Utara, Gunawan Benjamin, jika kita merujuk pada sejumlah indikator makroekonomi yang sering digunakan, seperti pertumbuhan ekonomi (PDB), inflasi, nilai tukar Rupiah, dan tingkat kemiskinan, semua menunjukkan tren positif berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Namun, pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 5,12% pada kuartal kedua tahun ini masih menyisakan kritik. Tren pertumbuhan ekonomi memang menunjukkan adanya pelambatan.
"Kritikan terkait keraguan dalam penyampaian data sebaiknya dijawab dengan menunjukkan transparansi. Terlebih lagi, data Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia masih mengalami kontraksi, dengan indeks PMI pada bulan Juli berada di level 49,1," jelasnya, Selasa (19/8/2025).
Sementara itu, laju inflasi di Indonesia tercatat sebesar 2,37% secara tahunan. Meskipun laju inflasi relatif terkendali pada tahun 2025 ini, pemantauan yang ketat tetap diperlukan.
Belakangan ini, Indonesia mengalami deflasi berturut-turut, yang memicu kekhawatiran apakah inflasi yang rendah ini disebabkan oleh melemahnya tekanan inflasi dari sisi permintaan (demand push inflation).
Kejadian deflasi juga terjadi di tingkat provinsi, termasuk di Sumatera Utara. Selain itu, nilai tukar Rupiah belakangan ini, khususnya di tahun 2025, banyak ditransaksikan di atas 16 ribu per US Dollar, yang menunjukkan pelemahan dibandingkan tahun 2024. Gejolak ekonomi global menjadi faktor dominan yang memicu melemahnya Rupiah.
Data tingkat kemiskinan Indonesia mencatat angka 8,47% pada Maret 2025, mengalami penurunan sebesar 0,56% (0,21 juta orang) dibandingkan dengan September 2024.
Penurunan angka kemiskinan ini terjadi di tengah banyaknya berita mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Data ini sering kali menjadi sorotan tajam dari masyarakat yang memperdebatkan batas angka garis kemiskinan.
Pembangunan ekonomi yang melambat di tahun 2025 ini terjadi saat pemerintah tengah melakukan efisiensi anggaran. Tantangan utama dalam pembangunan ekonomi tahun ini adalah masalah fiskal.
Saat ini, fiskal belum dapat diharapkan untuk berbuat banyak, di mana tekanan pembayaran utang dan bunga jatuh tempo mencapai sekitar 1.300 triliun rupiah per tahun.
Namun, ada harapan bahwa kebijakan tarif resiprokal AS sebesar 19% dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia dibandingkan dengan negara lain. Kabar baik ini seharusnya menjadi titik berat dalam upaya meningkatkan kinerja ekspor Indonesia ke depan.
"Meskipun masih ada tantangan besar dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dalam 2 hingga 3 tahun mendatang, semangat perayaan HUT RI ke-80 ini sebaiknya dijadikan momen untuk merumuskan kebijakan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan serta daya beli masyarakat, di tengah tekanan fiskal yang sulit diharapkan menjadi motor penggerak pembangunan," tandasnya.

IHSG Melemah, Sektor Pertambangan Jadi Penopang di Tengah Ketidakpastian Pasar

PDI Perjuangan Soroti Tingginya Angka Kemiskinan di Medan

Berikut Solusi untuk Meningkatkan Produksi Bawang Merah di Sumut

Kenaikan Harga Bawang Merah di Sumut Picu Inflasi

Gunawan Benjamin: Dampak Geopolitik ke Harga Kebutuhan Pokok Masih Minim
